REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah didorong untuk memboikot produk dari perusahaan-perusahaan pembakar lahan. Selain itu, penanganan kabut asap disarankan untuk menggunakan dana APBN terlebih dahulu.
Menurut anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS, Sukamta, perusahaan pembakar layak dikenakan tuntutan, baik perdata maupun pidana, lantaran telah menyebabkan kebakaran menjadi tidak terkendali.
"Umumkan siapa saja perusahaannya dan apa produknya. Kalau perlu, serukan boikot produknya oleh negara," kata Sukamta, Jum'at (23/10), dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Ahad (25/10).
Sukamta menyatakan, dampak dari kabut asap telah memunculkan ancaman dari daerah, untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ancaman itu, lanjut Sukamta, telah menunjukkan bencana asap yang merupakan akibat dari perusahaan pembakar lahan yang tidak bertanggung jawab telah mengancam keutuhan bangsa.
Legislator PKS di Komisi Pertahanan dan Keamanan itu, menekankan pemerintah untuk sesegera mungkin mengatasi permasalahan pembakaran lahan itu, secara sistematis dan sistematik. Sukamtan juga meminta pemerintah segera memberlakukan tanggap darurat bencana asap, dan merevisi peraturan seperti Perda, Pergub, dan Perbup, yang memperbolehkan pembakaran lahan.
Ia menegaskan konsekuensi pembiayaan tanggap darurat, dapat ditanggulangi dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), yang nantinya bisa ditangguhkan ke perusahaan-perusahaan pembakar lahan. Menurut Sukamta, yang terpenting saat ini adalah rakyat selamat terlebih dahulu dan persoalan beban pembiayaan bisa diperdebatkan setelah itu.
"Talangi dulu dengan APBN, nanti biayanya dibebankan ke perusahaan pembuat kebakaran," ujar Sukamta.
Seperti diketahui, permasalahan kabut asap masih melanda sejumlah daerah di Indonesia dan penanganan yang dilakukan pemerintah masih belum menunjukkan hasil signifikan sampai hari ini. Tidak hanya di Riau yang berada di Indonesia bagian barat, kabut asap dikatakan telah menyasar ke wilayah Indonesia lain, seperti Kalimantan dan Sulawesi.