REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Firman Soebagyo tidak sepakat bencana kabut asap yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera tersebut dijadikan sebagai bencana nasional. Hal itu karena menurut dia akan menguntungkan pelaku dan pemerintah daerah, sebab mereka bisa lepas tangan atas tindakan yang sangat merugikan ini.
“Harapan saya pemerintah tidak diintervensi seperti itu. Saya rasa tidak ada desakan untuk menjadikan bencana kabut asap tersebut sebagai bencana nasional.
Pemerintah tidak matang dalam penanganan kebakaran setiap tahunnya. "Di Brasil yang sarat kebakaran saja sekarang sudah tidak pernah terjadi lagi,” ungkapnya, Jumat (23/10).
Dia melanjutkan, Indonesia pernah diberikan tawaran kerjasama dengan Brasil. Hal tersebut sudah disampaikan ke DPR terkait konsekuensi anggarannya. Apalagi baginya hutan adalah jantung dan paru-paru dunia.
Menurut dia seharusnya pemerintah tidak pernah mengucapkan bencana nasional pada bencana asap tersebut. Pemerintah, kata dia, seharusnya melaksanakan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pencegahan kebakaran.
Selain itu menurut dia dengan ditetapkannya sebagai bencana nasional, maka hal ini akan memenangkan pelaku pembakaran hutan itu. Sementara selama ini pemerintah selalu mendapatkan sandungan pada regulasi yang tercantum pada UU Nomor 32 Pasal 69 Ayat 2, yang menurut dia masih lemah. Dia menyarankan sebaiknya pemerintah segera mencabut pasal tersebut.
Sementara itu dia menjelaskan pada pasal 18 bisa menjerat pelaku pembakar. Kalau ada pembiaran, menurut dia sanksinya berat. Namun jika di luar terbukti ada kerja sama bilateral, maka sanksinya sampai penyitaan aset.
Dia menjelaskan proses penetapan bencana nasional tergantung peraturannya. Jika landasan hukumnya adalah Keputusan Presiden (Kepres), maka hal ini merupakan domain presiden. Sementara jika landasan hukumnya Perpu menjadi domain DPR RI.