REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ditundanya pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 disinyalir tidak terlalu memberi efek besar.
Meski begitu, berubahnya tanggal pengesahan dari awalnya Jumat (23/10) menjadi akhir Oktober berpotensi membuka ruang para elit melakukan transaksi-transaksi di luar yang sudah direncanakan.
Secara akuntabilitas, pemunduran pengesahan tersebut memang tidak tepat dan harusnya disahkan pekan ini.
"Dikhawatirkan ada ruang yang bisa dimanfaatkan elit tertentu," kata Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Yenny Sucipto kepada Republika.co.id, Jumat (23/10).
Dari segi waktu, bergesernya jadwal pengesahan tidak memberikan dampak buruk.
"Kalau diundur sampai awal November saja masih oke, asal tidak mundur satu bulan karena kementerian butuh waktu untuk menerjemahkannya ke daftar isian penyelenggaraan anggaran (DIPA)," jelas Yenny.
Pengesahan RAPBN 2016 nantinya tidak akan berjalan alot seandainya usulan pemerintah bisa disetujui DPR. Yang dikhawatirkan adalah jika tiba-tiba DPR mengusulkan persoalan rencana-rencana program yang tadinya tidak masuk dalam pembahasan RAPBN 2016.
"Ada sedikit kemungkinan ini terjadi. Yang menjadi problem adalah apakah nantinya pemerintah setuju atas usulan ini," ujarnya.
Pembahasan RAPBN adalah proses politis. Ada lima aspek yang mewarnai RAPBN yakni top down, bottom up, partisipati, teknokrasi dan politik. Kalau sudah masuk ke pembahasan, nilai politis dinilai lebih banyak mendominasi.
"Dalam proses politis ini, dapat dilihat apakah interaksi DPR dengan eksekutif ini mengedepankan kepentingan rakyat atau justru pro terhadap kepentingan pribadi, korporasi, maupun partai politik," ucapnya.