Jumat 23 Oct 2015 08:15 WIB

Ini Alasan Pemerintah Belum Sebut Kabut Asap Sebagai Bencana Nasional

Kepulan asap akibat pembakaran lahan di kaki Gunung Nilo, Jambi, Selasa (20/10).
Foto: Antara
Kepulan asap akibat pembakaran lahan di kaki Gunung Nilo, Jambi, Selasa (20/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah belum menyebut kabut asap kebakaran hutan dan lahan yang melanda berbagai daerah di Indonesia, terutama Pulau Sumatera dan Kalimantan sebagai bencana nasional karena masih ada permasalahan hukum di balik peristiwa ini.

"Kita tidak mau membicarakan tentang bencana nasional karena ini menyangkut masalah hukum. Tapi bisa kami pastikan penanganannya 'all out', mengerahkan segala sumber daya, sesuai perintah Presiden Joko Widodo," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan di Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (22/10).

Saat ini, penanganan asap masih dilakukan bersama antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Para pimpinan daerah pun diberikan hak untuk menentukan kapan penduduknya harus dievakuasi.

Menurut Luhut, Kementerian Kesehatan sudah memberikan petunjuk kepada para Gubernur untuk mengambil kebijakan-kebijakan terkait penyelamatan dan evakuasi warganya.

Terkait bencana nasional, beberapa lembaga swadaya masyarakat seperti Wahan Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Center for International Forestry Research (CIFOR), menolak menyatakan bahwa kabut asap disebut sebagai bencana, karena peristiwa itu terjadi akibat kesalahan manusia, bukan alam.

Total luas wilayah yang menjadi sumber api di Sumatera dan Kalimantan 1,697 juta hektare wilayah milik 413 perusahaan. Dari jumlah tersebut, 227 merupakan perusahaan pemilik hak pengusahaan hutan/hutan tanaman industri dan 186 perusahaan perkebunan. Pemerintah pun tidak tinggal diam mengenai hal ini.

Sebanyak 27 perusahaan telah dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan 14 di antaranya dijatuhkan sanksi administrasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam bentuk paksaan pemerintah (desakan untuk melengkapi kekurangan sarana dan prasarana), pembekuan maupun pencabutan izin.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada Selasa (20/10) mencatat Kalimantan Tengah adalah daerah dengan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) terburuk yaitu mencapai nilai 1.950 (pada 20 Oktober 2015), jauh di atas ambang berbahaya yang hanya 300-500.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement