Kamis 22 Oct 2015 07:25 WIB

Puluhan Buruh Unjuk Rasa Tolak Kebijakan Upah Murah

Ribuan massa dari berbagai Aliansi Buruh Jabar, menggelar aksi demo di halaman Gedung Sate, Jl Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (20/10).
Foto: Republika/ Edi Yusuf
Ribuan massa dari berbagai Aliansi Buruh Jabar, menggelar aksi demo di halaman Gedung Sate, Jl Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (20/10).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Sekitar 50 buruh yang tergabung dalam Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) unjuk rasa menolak kebijakan upah murah, yang masuk dalam Paket Ekonomi Jilid IV. "Kami melakukan aksi untuk menolak salah satu isi paket kebijakan Ekonomi Jilid IV tentang penetapan kenaikan upah minimum setiap tahun yang hanya berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi," kata Koordinator Umum PPRL Yohanes Joko Purwanto dalam aksinya di Bandarlampung, Rabu (21/10).

Dia mengatakan, buruh ingin menolak kebijakan kenaikan komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang akan ditinjau lima tahun sekali. Selama ini KHL menjadi dasar untuk menetapkan nilai Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Penetapan kenaikan upah, katanya, harus tetap dilakukan setiap tahun. Namun berdasarkan peninjauan KHL akan dilakukan lima tahun sekali. Artinya setiap tahun upah hanya mengalami kenaikan 10 persen.

Tetapi secara kualitas, upah tidak mengalami kenaikan karena KHL tidak berubah selama lima tahun sementara harga barang dan kulitasnya tetap bertambah setiap tahunnya. "Kebijakan ini jelas menghilangkan peran serikat pekerja untuk negosiasi upah minimum dan jelas pemerintah ingin kembali pada kebijakan upah murah," katanya.

Dia mengungkapkan, dengan adanya PP Pengupahan pengusaha akan mengendalikan upah buruh secara arogan, padahal pengusaha sudah mendapatkan segalanya dari pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi jilid I hingga III. "Kami secara tegas menolak pengesahan RPP Pengupahan itu," katanya.

Ditegaskannya, pemerintah seharusnya tidak tunduk pada kekuatan pemodal asing, tetapi harus berani melindungi kepentingan rakyatnya sendiri. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 2 sesungguhnya telah menegaskan kewajiban negara untuk menjamin hak warga negara Indonesia atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

"Kami menyuarakan 10 tuntutan yaitu tolak RPP pengupahan, UMK 100 persen, realiasikan pendidikan gratis 12 tahun, kesehatan gratis berbasis pajak, turunkan harga kebutuhhan pokok, hapuskan sistem kerja kontrak, tolak union busting, wujudkan pendidikan gratis, ilmiah dan demokratis serta menolak penonaktifan 243 perguran tinggi," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement