Senin 19 Oct 2015 18:48 WIB

Perludem Sebut Politisasi Anggaran oleh Petahana Sudah Terkonsep

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Muhammad Hafil
Pilkada (ilustrasi)
Foto: berita8.com
Pilkada (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengaruh calon kepala daerah maupun kepala daerah dari unsur petahana terhadap pelaksanaan pilkada serentak 2015 kali ini kembali muncul, salah satunya terkait politisasi anggaran dalam penyelenggaraan pilkada. Seperti yang terungkap dalam rilis dan diskusi Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), di Media Center Bawaslu RI, Senin (19/10 ), setidaknya ada beberapa hal yang menjadi gambaran pengaruh petahana dalam Pilkada.

Pertama, menurut Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, petahana cenderung melancarkan anggaran pilkada di sejumlah daerah. Untuk jenis ini, kepala daerah yang mencalonkan kembali dalam pilkada berupaya mempengaruhi ketidaknetralan penyelenggara dengan melancarkan proses penganggaran.

Dari data yang dianalisis Perludem, ada tiga daerah anggaran pilkadanya disetujui melebihi yang diajukan KPU yakni Kabupaten Kediri, Kota Blitar, dan Kota Samarinda. Sementara daerah yang disetujui 100 persen dari pengajuan KPU ada 22 daerah diantaranya Kota Binjai, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten Oku Selatan, Kota Dumai, Kepulauan Riau, Bandar Lampung, dan lain-lain.

"Diketahui semua daerah itu, kepala daerahnya kembali maju Pilkada 2015, meskipun kita tidak menuduh pasangan calon ini melakukan penyelewengan atau kita ingin mengkampanyekan anti petahana atau pasangan bukan petahana, bukan itu, tapi datanya demikian," ujar Titi dalam paparannya.

Ia mencontokan hal nyata kelancaran anggaran terjadi di Pilkada Kota Tangerang Selatan di mana anggaran Pilkada untuk Tangsel sebesar lebih dari Rp 60 miliar. Kemudian pada APBD-perubahan 2015 kembali ditambah hampir 200 persen dari nilai NPHD. "Padahal sebelum ditambah, anggaran Pilkada Tangsel ini sudah paling besar se-Indonesia," ujar Titi.

Sementara Koordinator Satgas Lawan Politik Uang (SAPU) Tangsel M Ibnu (Beno) Novit Neang membenarkan kondisi besarnya pengaruh petahana dalam pelaksanaan pilkada di wilayah tersebut. Contohnya di Tangsel, di mana terjadi penambahan jumlah anggaran yang cukup signifikan kepada penyelenggara.

"APBD Tangsel penambahan Rp 75 miliar yang katanya dalam nota uang untuk KPUD, kita menduga antara KPU dan Panwas dengan petahana ada garis politik lebih besar," ujar Beno.

Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya laporan pelanggaran pilkada oleh petahana yang tidak ditindaklanjuti dengan baik oleh KPU maupun Panwas.

"Setiap laporan atas nama petahana selalu dimentahkan tanpa alasan yang jelas, padahal laporannya nggak pernah diperiksa, lalu kami laporkan ke Bawaslu, diketahui Panwas dan KPUDnya diproses etik. Kami duga ini adalah kaitan dengan anggaran," ujarnya.

Sementara, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nelson Simanjuntak tidak membantah adanya politisasi anggaran oleh petahana di Pilkada. Menurutnya, hal itu tidak dapat terpisahkan mengingat kekhususan Pilkada di wilayah dimana penganggaran dilakukan oleh Pemerintah daerah.

Lantaran itu, wacana pembiayaan pilkada oleh pusat itu wajib digulirkan untuk mengatasi persoalan politisasi anggaran tersebut.

"Bawaslu sudah mengusulkan biaya penyelenggaraan dibebankan pada APBN. Tapi kemudian dibiayai APBD," ujar Nelson.

Sebelumya, pasangan calon (paslon) petahana Pilkada Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany-Benyamin Davnie, membantah melakukan pelanggaran. Dikonfirmasi Republika, Jumat (11/9), Ketua Tim Pemenangan Paslon Airin-Benyamin, M Ramlie mengatakan kegiatan kampanye terselubung tidak dilakukan oleh paslon petahana. Politik uang pun juga tidak pernah dilakukan keduanya.

Ia tidak menampik jika posisi paslon petahana banyak dirugikan sebab tindakannya sering dikaitkan dengan kampanye. Karena itu, ia meminta berbagai pihak agar memandang kegiatan Airin dan Benyamin dari berbagai sisi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement