Ahad 18 Oct 2015 10:02 WIB

Menag: Penolakan dan Pendirian Rumah Ibadah Harus Berdasar Hukum

Aparat Kepolisian dan TNI berjaga di lokasi pasca kerusuhan di Desa Suka Makmur, Kec Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, Rabu (14/10)
Foto: Antara/Moonstar Simanjuntak
Aparat Kepolisian dan TNI berjaga di lokasi pasca kerusuhan di Desa Suka Makmur, Kec Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, Rabu (14/10)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengaku prihatin dengan kembali maraknya perusakan rumah ibadah seperti yang terjadi di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, pekan lalu.

Menag menilai, perusakan tersebut mengingkari jati diri ke-Indonesiaan yang sesungguhnya, sebagai negara dengan suku, etnis, bahasa, dan agama yang majemuk, ber-Bhinneka Tunggal Ika, dan berdasar hukum.

“Saya berharap kita semua tetap dewasa, taat hukum, dan arif dalam menyikapi perbedaan pandangan terhadap keberadaan rumah ibadah,” kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melalui akun twitternya @lukmansaifuddin yang dikutip Republika, Ahad (18/10).

Sebagai negara hukum, Menag menegaskan, setiap pendirian rumah ibadah harus berdasar ketentuan hukum, dan setiap penolakannya juga harus berdasar prosedur hukum.

Tindak main hakim sendiri, lanjut Menag, tidak hanya melawan hukum, tetapi juga mengingkari dan mengoyak jatidiri keindonesiaan.

“Jatidiri bangsa kita sesungguhnya adalah saling menghormati dan hidup rukun penuh damai dalam keragaman keberagamaan,” ujarnya.

Menag berharap pemerintah daerah, penegak hukum, pemuka agama dan tokoh setempat dapat mengayomi masyarakat agar rumah ibadah dapat meningkatkan kualitas kehidupan beragama.

“Bila kehidupan beragama berkualitas, maka akan berimbas pada perbaikan ekonomi, pendidikan, dan sebagainya,” tuturnya.

Menag meyakini,  tingginya kualitas kehidupan beragama ditentukan oleh berfungsinya rumah ibadah sebagai sarana meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama demi kemaslahatan bersama. Bukan sebaliknya, rumah ibadah justru menimbulkan perselisihan bahkan konflik sosial antarsesama warga bangsa.

“Perlu direnungkan bahwa konflik tidak akan menguntungkan siapa pun. Lebih baik kita gunakan energi kita untuk membangun dan mencapai kemajuan bersama,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement