REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah mengeluarkan sinyal positif untuk memperpanjang masa kontrak karya dengan PT Freeport Indonesia. Meski begitu, masalah kontrak ini menimbulkan silang pendapat di internal Kabinet Kerja.
Diketahui, sinyal yang disampaikan Menteri ESDM Sudirman Said tersebut mendapat pertentangan dari Menko Kemaritiman Rizal Ramli.
Pengamat energi IRESS, Marwan Batubara menilai, gaduhnya kabinet kali ini hanyalah wujud sandiwara Presiden Joko Widodo terkait kepentingan perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat (AS) itu.
Marwan menengarai, Menko Rizal diposisikan sebagai pihak yang bersuara lantang dan benar. Di sisi lain, Menteri Sudirman sebagai pihak yang tak populer. Akhirnya, Presiden Joko Widodo terkesan "absen" dari silang pendapat keduanya.
"Yang dilakukan Pak Sudirman Said itu adalah perintah pimpinan tertinggi (Presiden Jokowi), bukan inisiatifnya sendiri. Nah, karena itu, seandainya Rizal mau mengkritik, ya kritiklah Presiden," tegas Marwan Batubara saat dihubungi, Selasa (13/10).
Marwan bahkan menyebutkan, Presiden Jokowi menjadi terkesan tak bertanggung jawab. Presiden tahu bahwa perpanjangan kontrak dengan PT Freeport selalu tak menuai simpati rakyat. Namun, di sisi lain, ada kepentingan AS yang besar.
Dengan begitu, lanjut dia, Jokowi menggunakan para pembantunya tepat ketika persoalan kontrak karya membutuhkan komando yang satu suara.
"Presiden ini juga tidak ksatria. Kenapa bukan dia yang pimpin posisi Indonesia, menunjukkan ini kita (Indonesia) maunya seperti apa? Tapi malah sembunyi untuk terlihat oleh rakyat, dia (Presiden) itu tidak berbuat apa-apa. (Bahwa) Ini kesalahannya Sudirman, begitu," tutur dia.
Padahal, lanjut Marwan, sebelum perpanjangan kontrak ditandatangani, kinilah saatnya agar Kabinet Kerja satu suara dalam menyikapi PT Freeport. Bila Presiden terus terkesan diam menghadapi silang pendapat antara Menko Rizal dan Menteri Sudirman, kata Marwan, maka jelaslah presiden hendak mencari aman.