REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty bukan untuk mengampuni koruptor.
Tax amnesty, kata dia, justru akan menguntungkan negara karena ada uang dalam jumlah besar yang akan ditarik ke dalam negeri.
"Jadi jangan dikatakan kita membela koruptor. Itu tidak benar sama sekali," ujarnya di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (12/10).
Tax amnesty, kata Luhut, diyakini mampu menarik dana yang diparkir di luar negeri hingga Rp 2.000 triliun. Rencana pemerintah yang ingin menerapkan tax amnesty ini, menurut dia, bahkan dipuji oleh Bank Dunia.
Namun, katanya, tax amnesty tak berlaku untuk empat kasus, yakni dana dari hasil narkoba, teroris, perdagangan manusia, dan kasus korupsi yang siap diadili.
"Kalau sudah masuk dalam ranah pengadilan atau kejaksaan, itu tidak berlaku lagi tax amnesty. Kalau yang lain, sepanjang belum P21, maka dia berlaku tax amnesty lagi," ucap mantan kepala staf kepresidenan tersebut.
Gagasan soal tax amnesty sendiri pertama kali diusulkan oleh pemerintah. Menurut Luhut, sejauh ini respons DPR terhadap usulan tax amnesty sangat positif. Dia optimistis dalam waktu dekat kebijakan itu dapat segera diterapkan.
Tax amnesty adalah pengampunan pajak dengan menghapus pajak terhutang dengan imbalan menyeax amnesty tor pajak dengan tarif yang lebih rendah.
Dengan adanya tax amnesty, pengemplang pajak yang hendak meminta pengampunan atas harta yang dimiliki, diharapkan akan bersedia memenuhi panggilan pemerintah untuk segera melaporkan harta kekayaannya, baik di dalam maupun luar negeri, serta membayar uang tebusan untuk memperoleh pengampunan.