REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Koalisi Masyarakat Sipil NTB antikorupsi menilai, revisi Rancangan Undang-Undang KPK inisiatif DPR tidak sejalan, bahkan bertentangan dengan nilai Nawa Cita yang diusung presiden Joko Widodo. Oleh karena itu, presiden harus segera menolak revisi UU KPK yang tengah dibahas tersebut.
"Kami menuntut agar presiden Joko Widodo menolak Revisi UU KPK," ujar perwakilan Koalisi, Direktur Somasi NTB, Ahyar Supriadi, kepada wartawan di Kota Mataram, Senin (11/10).
Ia menuturkan, pasal 5 revisi UU KPK yang menyebutkan, pembatasan masa kerja KPK selama 12 tahun tidak relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Sebab, Indonesia masih berada dalam daftar negara korup di dunia dan berada pada urutan ke-107.
Selain itu, menurutnya, penghapusan kewenangan penuntutan oleh KPK akan memperlambat fungsi penindakan KPK yang selama ini terbukti efektif mempercepat penanganan kasus korupsi.
Sebab, terintegrasi dalam satu atap, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan dipersidangan. Ahyar mengatakan, penyadapan KPK yang harus memperoleh izin Ketua Pengadilan Negeri berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Saat KPK akan melakukan penyadapan. Oleh karena itu, revisi UU KPK harus dicabut dari Program Legislasi Nasional karena bertentangan dengan semangat percepatan pemberantasan korupsi.
Dirinya pun mengimbau kepada ketua umum partai politik untuk menindak kader yang mengusulkan revisi UU KPK. Sebab, apa yang dilakukan anggota dewan itu bertentangan dengan aspirasi masyarakat Indonesia.