Senin 12 Oct 2015 12:37 WIB

Cucu Salim Kancil Trauma

Rep: Andi Nuroni/c14/c15/ Red: Maman Sudiaman
Salim Kancil
Foto: Youtube
Salim Kancil

REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- Kasus kematian petani penolak tambang pasir, Salim Kancil, menyisakan trauma bagi orang-orang terdekatnya. Putra Salim Kancil, Dio (13 tahun), dan cucunya yang masih berumur lima tahun, Helmi, belum bisa melupakan tindak kekerasan yang berujung kematian itu.

Helmi yang masih bersekolah di taman kanak-kanak (TK) di Desa Selok Awar Awar, Lumajang, mengungkapkan ingatannya melalui gambar. Saat diminta gurunya menggambar, ia melukiskan adegan kekerasan yang dialami kakeknya pada 26 September lalu.

Bocah itu memang sempat menyaksikan kakeknya terbaring di tanah lalu kepalanya dihantam mata cangkul. Helmi pun melihat kepala kakeknya dipukul batu ketika para preman menganiaya hingga membuat Salim Kancil kehilangan nyawa.

"Anak-anak kan disuruh gambar bebas. Gambar Helmi memang enggak jelas, corat-coret, tapi pas ditanya gurunya, 'Ini siapa?' 'Kakek.' 'Ini apa yang panjang?' 'Pacul.' 'Ini yang bulat?' 'Batu.'" ibu Helmi, Ike Nurila, menirukan dialog guru TK dengan Helmi, Kamis (8/10) lalu.

Keesokan harinya, Helmi menggambar adegan itu lagi. Lalu pada hari ketiga, Helmi menggambar ambulans. Gambar itu, ujar Ike, kemungkinan mengacu pada suasana ketika jenazah kakeknya datang diantar ambulans ke rumah.

Ike menuturkan, semula guru TK tidak tahu kalau Helmi ikut menyaksikan ketika kakeknya dianiaya para preman. Begitu tahu Helmi menyaksikan adegan kakeknya disiksa, gurunya tidak lagi meminta Helmi menggambar.

"Gurunya sampai menangis," ujar Ike kepada Republika.co.id,  di rumah almarhum Salim Kancil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement