REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Draft revisi Undang-Undang (UU) KPK no 30 tahun 2002 terkait KPK hanya menangani kasus di atas Rp 50 miliar dianggap akan merubah substansi kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi penyelenggara negara. Dikarenakan tidak semua korupsi penyelenggara negara yang ada di Kabupaten atau Kota di Indonesia besarannya bisa mencapai Rp 50 miliar.
Pakar Hukum Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf mengatakan KPK tetap harus menangani kasus korupsi di bawah Rp 50 miliar. Karena substansi KPK dihadirkan di era reformasi bukan pada besaran nilai korupsinya, namun pemberantasan korupsi yang dilakukan penyelenggara negara dan merugikan masyarakat luas.
"Draft revisi UU KPK ini harus dilihat pada substansi kasusnya. KPK harus tetap mengusut korupsi penyelenggara negara berapapun besarannya selama merugikan masyarakat secara luas," ujarnya, Jumat (9/10).
Ia menegaskan, jadi jangan terpatok pada jumlah uangnya, tapi lebih fokus pada penyelenggara negara. Karena selama ini kasus korupsi penyelenggara negara di kabupaten atau kota, tidak sedikit kasusnya dibawah 50 miliar, tapi memberikan efek kerugian besar bagi masyarakat di daerah.
Selain itu siapa yang bisa menjamin kalau Kejaksaan dan Kepolisian bisa seagresif KPK bila menangani kasus korupsi dibawah 50 miliar.
"Saya sendiri ragu pada integritas kejaksaan dan kepolisian. Dan saya yakin banyak masyarakat pun seperti itu," katanya.