REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat menolak keinginan beberpa fraksi di DPR untuk merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Hal tersebut karena pasal-pasal dalam draf revisi berpotensi melemahkan institusi itu, salah satunya KPK tak bisa menanggani kasus korupsi dengan kerugian dibawah Rp 50 Miliar
"Kami tidak setuju, hal ini jelas akan mempersempit ruang gerak KPK. Penangganan korupsi sebagaimana yang sudah ada dalam undang-undang saat ini sudah tepat," tegas Wasekjen Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin, Rabu (7/10).
Menurutnya pembatasan itu hanya akan membuka celah bagi koruptor untuk beraksi. Padahal sekecil apapun tindak korupsi harus ditindak tegas.
"Akan banyak oknum penyelenggara negara kisaran korupsinya mulai 1M atau beberapa miliar. Bagaimanapun oknum-oknum yang telah mengotori negara tsb tetap harus bisa dijangkau oleh KPK," tegasnya.
Sementara dengan pasal yang membatasi umur KPK hanya sampai 12 tahun, jika UU baru hasil revisi disetujui, Demokrat juga menolak keras.
"Bagaimanapun selama korupsi masih ada, KPK harus tetap ada. Lihatlah, Hongkong saja yang kini sudah nyaris bersih dari korupsi, hingga hari ini KPK-nya tetap eksis," jelasnya.
Seperti diketahui, beberapa fraksi di DPR mendorong agar UU KPK direvisi. Hal itu mendapat penolakan karena adanya pasal-pasal kontroversial dalam draft revisi uu kpk. Berikut pasal itu:
Pasal 5
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, tindak pidana korupsi yang:
(b) menyangkut kerugian negara paling sedkit Rp 50.000.000.000,00
(c) dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi telah melakukan penyidikan dimana ditemukan kerugian negara drngan nilai dibawah 50.000.000.000, maka wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan kepada kepolisian dan kejaksaan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi