REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengatakan draf revisi Undang-Undang KPK yang diajukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) semakin menegaskan niat mereka untuk mengakhiri dan melemahkan KPK. Banyaknya politikus yang terlibat kasus korupsi menjadi alasan utama mereka ingin melenyapkan KPK demi melindungi diri mereka sendiri.
Menurutnya wajar saja jika Presiden Joko Widodo masih menolak RUU tersebut, karena sejauh ini termasuk dalan pejabat yang tidak terlibat masalah korupsi. Akan tetapi, jika ditanyakan kepada partai politik, jelas banyak yang ingin menghapus eksistensi KPK karena banyak dari mereka yang terlibat korupsi.
"Terbukti setiap periode ada aja anggota DPR yang ditangkap karena koripsi. Melenyapkan KPK adalah salah satunya untuk mengamankan mereka sendiri. Sekarang aja periode yang baru sudah ada kan anggota DPR yang tertangkap," katanya di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (7/10).
Sebelumnya, enam fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada anggota Badan Legislasi DPR.
Dalam draf revisi tersebut, Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Hanura mengusulkan sejumlah pasal dan ayat diubah.
Setidaknya ada lima revisi yang diusulkan yakni Pembubaran KPK, 12 tahun setelah draf RUU resmi diundangkan, KPK tak berwenang melakukan penuntutan, Pelimpahan kasus ke Kejaksaan dan Kepolisian jika kasus korupsi di bawah 50 miliar, Permintaan izin sebelum melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan serta KPK tidak memiliki penuntut.