Rabu 07 Oct 2015 15:09 WIB
Pelemahan KPK

SP3 Berseberangan dengan Karakter KPK

Rep: C20/ Red: Ilham
Gedung KPK
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkomentar mengenai masukan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Plt KPK Indriyanto Seno Adjie menilai hal tersebut tidak pantas.

Menurut Indriyanto, penerbitan SP3 akan bertentangan dan berseberangan dengan karakter penindakan KPK. "Karakter khusus penindakan KPK adalah Pasal 44 UU KPK tentang tahap penyelidikan (lidik)," kata Indriyanto saat dihubungi, Rabu (7/10).

Dia menjelaskan bila penyelidik tidak menemukan bukti permulaan yang cukup dengan minimum dua alat bukti, suatu kasus dapat dihentikan di tahap lidik. Ia mengatakan kasus itu juga tak akan naik ke penyidikan. "Ini berarti tidak perlu ada pengaturan SP3 di tahap sidik atau penyidikan," ujarnya.

Sebelumnya, DPR mengajukan Revisi UU KPK dengan memasukan kewenangan penghentian penyidikan. Pada Pasal 42 draf itu disebutkan, "Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi setelah diketahui tindak pidana korupsi yang sedang ditangani tersebut tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan sebagaimana diatur pada pasal 109 ayat (2) KUHP".

Hal itu bertolak belakang dengan UU KPK yang masih berlaku saat ini. Pasal 40 UU Nomor 30 Tahun 2002 berbunyi, "Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement