REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pernyataan dan sikap dari Gereja Injil di Indonesia (GIDI) membuat keberadaannya di Tolikara dianggap seperti memiliki pemerintahan sendiri.
Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia, KH Athian Ali, menuturkan kalau potensi kerusuhan yang beberapa waktu lalu terjadi dan mengakibatkan terbakarnya sebuah rumah ibadah umat Muslim, bisa saja terjadi kembali di Tolikara. Hal itu disebabkan sampai saat ini, ia menilai sikap dari Gereja Injil di Indonesia (GIDI), seakan belum mengarah ke titik terang.
Kiai Athian menekankan kalau siapa pun warga negara Indonesia, termasuk GIDI, harus patuh terhadap hukum yang berlaku di Indonesia, dan bukan pada aturan pihak lain. Sebab, menurut Kiai Athian, ia merasa Gereja Injil di Indonesia di Tolikara, seakan-akan memiliki pemerintahan sendiri yang dipatuhi aturannya dan tidak patuh kepada hukum Indonesia.
"Mereka seperti memiliki pemerintah sendiri, seperti ada pemerintah lain yang mereka patuhi," kata dia.
Ia mempertanyakan sikap Pemerintah Indonesia selama ini, yang seperti melakukan pembiaran sebuah kelompok bertindak atau bersikap seperti itu. Kiai Athian juga menyoroti permintaan pihak GIDI untuk melepaskan dua tersangka kerusuhan di Tolikara pada saat Idul Fitri lalu, serta peryataan mereka yang mengusulkan penyelesaian konflik dengan hukum adat.
Kiai Athian menegaskan kalau tidak ada aturan seperti itu, yang mana, orang yang terbukti bersalah memang harus dihukum sesuai hukum yang berlaku, termasuk tersangka kerusuhan di Tolikara beberapa waktu lalu. Pernyataan itu, terang Kiai Athian, seperti menunjukkan kalau mereka tidak menggap keberadaan hukum di Indonesia.
KH Athian Ali juga sempat mengapresiasi sikap dari Menko Polhukam, Luhut Panjaitan, yang secara tegas menolak permintaan tersebut. Menurut dia, Pemerintah Indonesia sudah seharusnya menunjukkan eksistensi, baik dalam penegakan hukum maupun ketegasan pemerintahan, dan untuk menunjukkan kalau negara Indonesia tidak bisa diatur oleh kelompok apa pun.