REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertahanan (Kemenhan) memutuskan untuk menunda kerjasama pembuatan pesawat tempur antara Indonesia dengan Korea Selatan. Sebelumnya, pada 2010 silam, Indonesia dan Korea Selatan sempat sepakat dalam melakukan kerjasama pembuatan pesawat tempur jenis KF-X/IF-X.
Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, menyatakan, pihaknya telah memutuskan bakal menunda proyek pembangunan pesawat tempur tersebut. Menurutnya, program pembuatan pesawat tempur itu untuk saat ini belum menjadi prioritas dalam penguatan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) pertahanan.
''Itu (proyek pembuatan pesawat tempur) tidak prioritas, tapu di kemudian hari, kita harus bisa membuat pesawat terbang (tempur) sendiri. Masak kita beli terus. Tapi proyek itu memang ditunda,'' kata Ryamizard usai melakukan inspeksi kondisi Alutsista di Markas Komando Kopaska, Pondok Dayung, Tanjung Priuk, Jakarta Utara, Senin (7/9).
Lebih lanjut, Ryamizard menjelaskan, salah satu alasan ditundanya proyek kerjasama itu adalah agar anggaran yang ada saat ini bisa dialihkan ke pengadaan-pengadaan Alutsista yang lebih prioritas. Menurutnya, untuk saat ini, industri pesawat terbang masih belum menjadi prioritas utama Kemenhan.
''Banyak yang lebih penting. Kalau untuk industri pesawat terbang, belum prioritas, kita bisa beli sewaktu-waktu. Itu bisa diundurlah, mungkin hingga 10 tahun mendatang,'' ujar mantan Kepala Staff Angkatan Darat (KSAD) tersebut.
Menhan menambahkan, ketersediaan anggaran itu nantinya bisa digeser ke pengadaan dan perbaikan Alutsista yang lain, seperti pengadaan senjata ataupun alat-alat selam yang dimiliki Pasukan Komando Pasukan Katak (Kopaska). Berbeda dengan pesawat tempur yang bisa menghabiskan dana yang cukup besar, untuk pengadaan senjata ataupun peralatan lainnya dapat dilakukan dengan dana yang lebih sedikit.
Menhan pun membantah, jika dana investasi yang telah dikucurkan untuk kepentingan riset dari proyek pembangunan pesawat tempur ini bakal hilang seiring dengan penundaan proyek tersebut. Dalam proyek kerjasama ini, Indonesia telah mengucurkan dana sebesar 600 miliar rupiah untuk kepentingan riset dan pengembangan awal pesawat tempur yang disebut-sebut berada di generasi 4,5 atau levelnya berada diatas pesawat tempur F-16 buatan Amerika Serikat.
''Kan ditunda. Jadi tidak hilang, hanya ditunda. Sementara uang yang ada saat ini bisa digunakan untuk prioritas yang lain,'' ujar Ryamizard.
Sementara Ditjen Perencanaan Pertahanan Kemenhan, Marsekal Muda TNI M Syaugi, menjelaskan, program kerjasama pembuatan pesawat tempur antara Indonesia dan Korea Selatan merupakan program sharing antara dua pemerintah tersebut. Syaugi pun menyebutkan, nantinya dana yang ada bakal dialihkan ke pengadaan Alutsista di matra-matra yang lain.
Syaugi pun membantah, jika penundaan ini terkait sikap pemerintah Korea Selatan yang enggan memberikan dan menerapkan skema transfer of technology (ToT) dalam proyek kerjasama pembuatan pesawat tempur tersebut. ''Bukan tidak mau membagi. Tapi proyek itu ditunda karena situasinya belum terlalu penting. Sehingga dialihkan ke hal-hal yang urgent,'' kata Syaugi kepada wartawan.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia dan Korea Selatan sempat sepakat membuat pesawat tempur bersama jenis KF-X/IF-X. Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara pemerintah Indonesia, lewat Kemenhan, dengan Pemerintah Korea Selatan, yang diwakili oleh Defense Acquisition Program Administration (DAPA) Korea Selatan, dilakukan pada 2010 silam.
Kerjasama ini pun tidak hanya dengan skema G to G (Government to Government), tapi diperkuat dengan skema B to B (Business to Business), yang dilakukan oleh PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI) dengan Korea Aerospace Industries (KIA). Hingga saat ini, proyek kerjasama ini sebenarnya telah mencapai tahap sistem pengembangan dan riset pada 2013, yaitu telah menghasilkan System Operational Requirement and System Configuration.