REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak eksepsi atau nota keberatan terdakwa perkara dugaan suap dalam sengketa Pilkada Morotai di Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2011, Rusli Sibua. Majelis meminta jaksa penuntut umum (JPU) KPK melanjutkan pemeriksaan saksi untuk Rusli.
"Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan terdakwa Rusli Sibua," kata hakim Supriyono saat membacakan putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (3/9).
Atas putusan sela ini, Rusli kemudian berkonsultasi dengan penasihat hukumnya, Ahmad Rifai. Rifai kemudian menyampaikan keberatan atas putusan majelis hakim. Dalam kasus yang menjerat kliennya, Rifai tetap menilai bahwa banyak kejanggalan dalam penetapan tersangka Rusli. "Pada perinsipnya kami menolak putusan sela ini," ujar dia.
Kendati demikian, majelis hakim tetap memerintahkan penuntut umum untuk tetap melanjutkan pemeriksaan dengan menghadirkan para saksi. Sidang pokok perkara terkait dugaan suap sebesar Rp 2,9 miliar kepada mantan ketua MK Akil Mochtar ini akan dilanjutkan, Kamis (10/9) mendatang.
"Walaupun terdakwa merasa keberatan, tetapi pemeriksaan pokok perkara tetap dilanjutkan," kata Supriyono.
Dalam dakwaan, penuntut umum KPK mendakwa Bupati Morotai, Maluku Utara, Rusli Sibua menyuap mantan ketua MK Akil Mochtar sebesar Rp 2,989 miliar. Suap diberikan untuk memenangkan sengketa pilkada Kabupaten Morotai di MK tahun 2011.
"Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim," kata Jaksa KPK Pulung Rinandoro saat membacakan dakwaan beberapa waktu lalu.
Jaksa menyebut Rusli memberi uang Akil dengan maksud untuk memenangkan sengketa Pilkada Morotai yang diajukan terdakwa bersama pasangan atau cawabup Weni Parasiau. Karena suap itu, Akil akhirnya memenangkan pasangan Rusli Sibua-Weni Parasiau di Pilkada Morotai.
Atas perbuatannya, Rusli didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.