Sabtu 29 Aug 2015 11:21 WIB

Kabut Asap Jambi Ganggu Penerbangan

Red: Ilham
 Pengendara sepeda motor tanpa mengenakan masker pelindung pernapasan saat melintasi Jalan Yos Sudarso yang diselimuti kabut asap kebakaran hutan dan lahan di Pekanbaru, Riau, Senin (27/7).  (Antara/Rony Mularman)
Pengendara sepeda motor tanpa mengenakan masker pelindung pernapasan saat melintasi Jalan Yos Sudarso yang diselimuti kabut asap kebakaran hutan dan lahan di Pekanbaru, Riau, Senin (27/7). (Antara/Rony Mularman)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabut asap yang diakibatkan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Jambi mengganggu penerbangan. Kepala Bidang Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Tirto mengatakan, beberapa penerbangan di Jambi terpaksa delay atau terlambat.

"Beberapa penerbangan di Jambi delay akibat Karhutla," ujar Tirto kepada Republika, Sabtu (29/8).

Dari pantauan BMKG di Jambi, kabut asap mengurangi jarak pandang mendatar pesawat. Kabut akan berpengaruh pada pesawat yang akan berangkat dan mendarat di Bandara. Apalagi di pagi hari, kabut asap di provinsi tersebut cenderung tebal dan mengganggu jarak pandang. Namun, kabut itu perlahan menipis dan jarak pandang mulai stabil setelah radiasi matahari masuk.  

"Jarak pandang pagi hari di Jambi tidak bagus. Tapi kalau sudah masuk radiasi matahari sudah mulai stabil lagi," kata Tirto.

Hari ini, Sabtu (29/8), Tirto mengatakan, informasi tentang jarak pandang pada pukul 07.00 WIB di Pekanbaru sekitar 1.5 kilometer dengan status berasap. Sedangkan di Rengat berjarak 3 kilometer dengan status berasap. Untuk Dumai mempunyai jarak pandang sekitar 5 kilometer dengan status kabur, dan Pelalawan 3 kilometer berstatus kabur.

Sebelumnya, dari data Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) BMKG pada 28 Agustus 2015. ISPU di kota jambi dengan rentang 126 dengan kategori tidak sehat. Kategori tidak sehat ini juga diikuti wilayah Petapahan, Kampar dengan rentang 107.  Tingkat kualitas udara di daerah tersebut bersifat merugikan manusia ataupun hewan yang sensitif. Bahkan, bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan dan nilai estetika.

Tirto mengatakan, musibah ini tidak akan bisa berakhir jika pembakaran hutan masih terus dilakukan. Apalagi cuaca panas yang menyebabkan pembakaran lebih mudah bisa memperparah dampak dari Karhutla. "Ini tidak akan berakhir kalau pembakaran hutan masih terus dilakukan," kata Tirto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement