Kamis 27 Aug 2015 15:55 WIB

Kepala LIPI Soroti Minimnya Penguasaan Iptek

Seorang peneliti menyusun bibit padi Nippon Bare yang dikembangkan melalui sistim kultur jaringan di laboratorium Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong, Bogor.
Foto: ANTARA/str-Jaflhairi/Koz/mes/06.
Seorang peneliti menyusun bibit padi Nippon Bare yang dikembangkan melalui sistim kultur jaringan di laboratorium Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Cibinong, Bogor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Iskandar Zulkarnain menyoroti masih minimnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai salah satu persoalan bangsa yang harus segera disadari agar kita dapat lebih bersaing di tingkat global.

"Pengembangan iptek masih belum bisa disejajarkan dengan negara lain yang kemajuan bangsanya ditopang oleh kemajuan teknologi," katanya dalam Seminar Nasional XXVI Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) di Gedung LIPI, Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan bahwa indikator pengembangan iptek di suatu negara dapat dilihat dari beberapa hal, seperti berapa jumlah peneliti per satu juta penduduk. Indonesia memiliki 90 peneliti per satu juta penduduk.

Sebagai gambaran, di Brasil terdapat 700 peneliti per satu juta penduduk, Rusia 3.000 peneliti per satu juta penduduk, India 160 peneliti per satu juta penduduk, Cina 1.020 peneliti per satu juta penduduk, dan Korea Selatan 5.900 peneliti per satu juta penduduk.

"Ini data yang menunjukkan bagaimana kita mau menuju penguasaan iptek ke depan," ucap Zulkarnain.

Indikator lainnya adalah jumlah belanja penelitian dan pengembangan nasional dalam rasio produk domestik bruto (PDB). Belanja litbang nasional hanya 0,09 persen dari PDB.

Malaysia memiliki rasio belanja litbang sebesar 2 persen dari PDB, Amerika Serikat 3 persen, Cina 2 persen, dan salah satu yang tertinggi di dunia adalah Israel sebesar 4 persen.

Kemudian, jumlah institusi riset juga berpengaruh pada pengembangan iptek. Di Amerika Serikat terdapat 394 institusi riset, Jerman 180 institusi, dan Jepang 170 institusi.

"Sebuah tantangan tidak bisa diselesaikan satu institusi riset. Perlu kebijakan terobosan untuk meningkatkan peneliti tapi dibutuhkan juga 'research university', yang memberikan ruang besar dengan rasio pengajaran lebih kecil dibandingkann riset," ucap Zulkarnain.

Penguasaan iptek menjadi penting mengingat kategori perkembangan negara Indonesia sudah masuk dalam fase "eficiency economic driven state", di mana di ujungnya nanti adalah menuju "innovation driven state".

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement