REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan sebanyak 97 persen Kartu Jakarta Pintar (KJP) pada 2015 sudah tepat guna karena dimanfaatkan untuk membeli kebutuhan yang berkaitan dengan pendidikan.
"Artinya, program KJP pada tahun ini lebih tepat sasaran, tepat guna. Apalagi, mulai tahun ini KJP tidak bisa lagi digunakan untuk transaksi tarik tunai," kata Basuki, Kamis (13/8).
Menurut pria yang lebih akrab disapa Ahok sehari-hari itu, larangan penarikan tunai untuk dana KJP itu dilakukan karena masih ditemukan sejumlah oknum yang menyalahgunakaan dana pendidikan tersebut.
"Karena KJP sudah tidak bisa dipakai untuk tarik tunai, tidak ada lagi yang bisa bermain-main dengan dana KJP itu. Bahkan, tercatat sebanyak 97 persen pemegang KJP menggunakan dana itu untuk membeli kebutuhan sekolah," ujar Ahok.
Lebih lanjut, dia menuturkan saat ini Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI berencana menjalin kerja sama dengan beberapa gerai maupun toko terkait penggunaan KJP untuk transaksi pembayarannya.
"Sekarang ini kita mau kerja sama dengan toko-toko buku ternama untuk menyediakan mesin Electronic Data Capture (EDC), sehingga siswa bisa belanja kebutuhan sekolahnya disitu," tutur Ahok.
Dia mengungkapkan pihaknya pun berencana untuk menyediakan fasilitas serupa di sejumlah pasar tradisional yang menjual perlengkapan sekolah, diantaranya Pasar Asemka dan Pasar Tanah Abang.
Pada 2015 KJP diberikan kepada 489.150 siswa yang terdiri dari 291.500 siswa sekolah negeri dan 197.250 siswa sekolah swasta. Siswa-siswi SD mendapatkan dana KJP Rp210.000 per bulan, SMP Rp260.000 per bulan, SMA Rp375.000 per bulan dan SMK Rp390.000 per bulan.
Mekanisme sebelumnya, dana KJP dapat ditarik tunai, namun dibatasi. Untuk siswa SD hanya diperbolehkan tarik tunai dua minggu sekali. Kemudian, siswa SMP hanya tiga kali dalam satu bulan. Sedangkan siswa SMA diperbolehkan ambil tunai setiap minggu. Setiap penarikan pun hanya dibatasi sebesar RP50.000.