REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pakar hukum Todung Mulya Lubis angkat bicara terkait kontroversi akan dihidupkannya kembali pasal penghinaan presiden oleh Presiden Joko Widodo. Menurutnya seorang presiden harus berjiwa besar serta berlapang dada.
"Presiden harus menunjukkan jiwa besar terima kritik, ledekan, sinisme dan juga pencemaran," kicau Todung di akun Twitter pribadinya @TodungLubis.
Jangan sampai, sambung Todung, pemimpin negara menganggap segala kritikan dan yang tersebut di atas merupakan tindak pidana penghinaan.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah menginginkan pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden masuk ke dalam revisi KUHP setelah sebelumnya pasal tersebut telah dicabut dengan putusan MK pada 2006 silam karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly berencana akan tetap memunculkan kembali pasal penghinaan presiden dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasalnya, penerapan pasal itu diperlukan untuk menjaga kewibawaan seorang pemimpin negara sebagai individu.
Menurut Yasonna, pasal itu sudah digulirkan pada zaman pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan dibahas sampai tingkat Dewan Perwakilan Rakyat.
Yasonna mengaku pasal yang akan ditetapkan saat ini cukup berbeda dengan sebelumnya. Tepatnya mengenai delik umum untuk penangkapan orang yang melakukan penghinaan.
Revisi RUU KUHP tentang pasal itu difungsikan sebagai perangkat hukum yang semestinya melindungi dan menjaga hak setiap individu, tidak terkecuali presiden dan jajaran pejabat pemerintahan lain.