Rabu 05 Aug 2015 20:24 WIB
Pasal Penghinaan Presiden

KSPI: Pasal Penghinaan Presiden Ancam Perjuangan Buruh

Rep: C20/ Red: Bayu Hermawan
Puluhan ribu buruh dari wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi melakukan aksi unjuk rasa dalam rangka memperingati hari buruh internasional, yang jatuh pada tanggal 1 Mei 2015.
Foto: VOA
Puluhan ribu buruh dari wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi melakukan aksi unjuk rasa dalam rangka memperingati hari buruh internasional, yang jatuh pada tanggal 1 Mei 2015.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan buruh menolak jika pasal penghinaan terhadap presiden dihidupkan kembali dalam revisi UU KUHP.

Presiden KSPI Said Iqbal menilai pasal itu akan mengancam kebebasan demokrasi dan memberangus kebebasan berserikat.

"Bagi kami, pasal ini akan mengancam perjuangan kaum buruh dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan rakyat dan buruh," tegasnya di Jakarta, Rabu (5/8).

Menurutnya pasal penghinaan kepada presiden dan wapres akan dikenakan kepada para aktivis dan pimpinan buruh. Ia beralasan, hak itu dapat terjadi ketika aksi buruh yang menolak kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada kepentingan buruh berlangsung.

"Para aktivis dan pimpinan buruh terancam," ucapnya.

Said menegaskan KSPI dan buruh akan melakukan aksi besar-besaran di seluruh Indonesia untuk menolak pasal penghinaan kepada presiden dan wakil presiden. Ia menilai secara hukum mahkamah konstitusi pada tahun 2006 dan 2007 juga sudah membatalkan pasal penghinaan tersebut.

Sebelumnya, Pemerintah dan DPR telah memasukkan pasal mengenai penghinaan pada presiden dalam Prolegnas 2015. Kendati demikian, pemerintah menjamin dihidupkannya kembali pasal tersebut bukan untuk membungkam rakyat.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pasal penghinaan presiden justru untuk melindungi mereka yang kerap mengkritisi pemerintah lewat cara yang baik demi kepentingan umum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement