Rabu 29 Jul 2015 00:05 WIB

Indonesia Belum Digitalisasi Penyiaran

TV Digital (ilustrasi)
TV Digital (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dinilai perlu mengejar ketertinggalan untuk segera melakukan digitalisasi penyiaran, kata Peneliti Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) Engelbertus Wendratama.

Pada diskusi tentang kedaulatan telekomunikasi dan penyiaran di Indonesia di Jakarta, Selasa, Engelbertus menilai Indonesia telah tertinggal jauh dari negara-negara di Asia Tenggara yang telah melakukan digitalisasi penyiaran.

"Ini salah satu tantangan Indonesia karena ASEAN sudah melakukan digitalisasi penyiaran," katanya.

Ia menuturkan, digitalisasi penyiaran perlu segera diterapkan di Indonesia bukan tanpa alasan atau latah dengan negara tetangga. Engelbertus menekankan, digitalisasi penyiaran akan memberikan dampak sosial, teknik dan ekonomi yang lebih masuk akal bagi Indonesia.

"Secara sosial, masyarakat akan mendapat siaran yang lebih berkualitas, gambar yang lebih bagus, layanan yang lebih banyak hingga model penyiaran yang bervariasi seperti TV kabel maupun IPTV," katanya.

Ia menambahkan, secara teknik, frekuensi penyiaran akan bisa dimanfaatkan lebih baik dalam teknologi digital karena bisa memuat lebih banyak saluran (channel).

Sementara secara ekonomi, teknologi digital lebih hemat energi daripada teknologi analog. "Dalam wawancara yang kami lakukan dengan Radio Republik Indonesia (RRI), kebutuhan listrik digital hanya seperempat dari kebutuhan analog, itu pun belum maksimal," tambahnya.

Terkait persaingan menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan diterapkan tahun depan, Engelbertus menilai tidak ada relevansi besar antara hal tersebut dengan digitalisasi penyiaran.

"Sebenarnya menurut saya tidak berpengaruh, tapi masyarakat kita akan dirugikan," ujarnya.

Program digitalisasi penyiaran ditargetkan rampung pada 2018. Program tersebut diklaim mampu menghasilkan digital dividen sekitar 700 MHz, efisiensi infrastruktur penyiaran dan peluang usaha baru bagi penyedia konten.

Program digitalisasi penyiaran sendiri merupakan salah satu poin krusial dalam pembahasan revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015.

Pasalnya, peraturan menteri No. 22 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Teresterial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar telah dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Akibatnya, para pemenang penyelenggara multiplexing di berbagai daerah, yang rata-rata stasiun televisi nasional dan konglomerasi media, gugur demi hukum. Kementerian Komunikasi dan Informatika dan DPR RI rencananya akan mulai membahas revisi UU tersebut pada kuartal III tahun ini.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement