REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan meskipun berdampak pada penundaan pilkada di suatu daerah, pengaturan terkait keberadaan pasangan calon tunggal tidak melanggar undang-undang.
Komisioner KPU Pusat Hadar Nafis Gumay mengatakan pengaturan tersebut dibuat justru untuk menjamin pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak dapat berlangsung Desember, sesuai perintah Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
"Perlu diketahui bahwa pilkada itu tidak bisa dilaksanakan hanya dengan satu pasangan calon. Justru pembatasan masa pendaftaran, jika hanya ada satu pasangan calon saja, itu memberikan kejelasan pilkada serentak dapat dilaksanakan 9 Desember nanti," kata Hadar, Jumat (24/7).
Jika KPU menunggu sampai terdapat lebih dari satu pasangan calon, maka tahapan-tahapan lain akan terganggu seperti verifikasi peserta, pelaksanaan kampanye, dan pendistribusian logistik.
"Kalau dia mendatar, misalnya, sebulan sebelum pemungutan suara, maka tahapan yang sudah kita susun itu akan terganggu. Makanya kami mengatur masa pendaftaran itu diperpanjang satu kali saja, kalau tidak ada yang mendaftar lagi (atau hanya ada satu pasangan calon), ya sudah kami akan sertakan ke pilkada gelombang berikutnya di 2017," jelasnya.
Dalam PKPU Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pencalonan, pasal 89 ayat 1 dan 4, disebutkan KPU daerah memperpanjang masa pendaftaran pasangan calon jika hanya terdapat satu pasangan yang mendaftar.
Jika sampai dengan berakhirnya perpanjangan masa pendaftaran tersebut tetap tidak ada yang mendaftar, maka daerah tersebut akan diikutsertakan pada pilkada gelombang berikutnya.
Terkait akan hal itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yakin tidak akan ada daerah yang hanya ada satu pasangan calon kepala daerah saja.
Mendagri yakin akan ada sedikitnya dua pasangan calon di seluruh daerah yang dijadwalkan menyelenggaraan pilkada serentak gelombang pertama pada Desember mendatang.
"Saya kira tidak akan demikian, pasti akan muncul minimal dua calon," ucap Tjahjo.