REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Shamsi Ali menilai peristiwa Tolikara membawa seribu satu pelajaran yang sangat berharga, baik sebagai umat maupun bangsa. Ia menyatakan tendensi radikalisme tidak didominasi oleh kelompok agama tertentu.
“Semua kelompok agama dunia sesungguhnya memiliki sejarah kelam masing-masing dalam sikap dan perilaku individu-individu ataupun kelompok tertentu yang menjadi bagian dari agama tersebut,” kata Shamsi Ali kepada Republika, Rabu (22/7).
Ia mencontohkan, mulai dari Kristen Serbia yang membantai beribu-ribu Muslim Bosnia, ekstrimis Hindu di India dan Srilanka, ekstrimis Yahudi di Israel, Kristen radikal (KKK) di Amerika Serikat, ISIS di Irak/Suriah, Buddha radikal di Burma, hingga Kristen radikal di Tolikara.
Menurut Imam Shamsi, semua itu menjadi fakta yang tak dapat dipungkiri tendensi radikalisme dan perilaku teror tidak didominasi oleh kelompok agama tertentu. Karena itu, pemerintah dan media harus memandang setiap kelompok agama secara adil.
Ia melanjutkan, konsep cinta atau kasih sayang pada semua agama seringkali menjadi slogan yang indah. Tapi, ketika sudah sampai pada tataran pembuktian, kelompok agama seringkali bersembunyi di bawah ketiak slogan itu.
“Slogan ditampakkan begitu indah, tapi sesungguhnya menyembunyikan kebencian kepada orang atau kelompok lain,” kata Shamsi mengingatkan.
Imam Syamsi Ali menambahkan, peristiwa Tolikara tetap perlu diwaspadai karena bisa menjadi bom waktu di masa depan apabila tidak ditangani dengan baik.