REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Police Watch (IPW) menemukan ada dua kerusuhan yang meletus sebelum terjadi penyerangan di Tolikara. Kerusuhan itu terjadi di Kampung Yelok dan Panaga.
Ketua Presidium IPW Neta S Pane mempertanyakan kinerja aparat hukum di Papua. Ia menilai terjadinya insiden Tolikara akibat ketidakpedulian pimpinan kepolisian dan buruknya kinerja intelkam Polda Papua.
"Hingga akhirnya insiden keji itu terjadi," kata Neta di Jakarta, Ahad (19/7).
Dari pantauan IPW Neta mengatakan seharusnya aparat hukum dapat mencegah terjadinya penyerangan. Pasalnya, sebelum insiden Tolikara terjadi, ada dua konflik yang meletus yakni di Desa Yellok dan Panaga.
Pertama, pada 9 Juli 2015, rumah warga di Desa Yellok dibakar oleh sekelompok massa. Kedua, pembakaran juga terjadi terjadap sejumlah rumah Hanoi di Panaga.
"Kemudian, tanggal 11 Juli 2015 muncul surat edaran dari GIDI tujuh hari sebelum insiden pembakaran meletus di Tolikara," ujar Neta.
IPW sangat menyayangkan intelkam Polda Papua tidak melakukan deteksi dan antisipasi dini. Hal itu, lanjut Neta, juga menunjukan tingkat kepedulian para pejabat Polda Papua sangat rendah.
IPW mendesak untuk melakukan investigasi secara menyeluruh terkait insiden penyerangan itu. IPW juga menegaskan agar polisi dapat melakukan tindakan hukum kepada pelaku penyerangan.
Sebelumnya, aksi penyerangan terjadi saat umat Muslim melakukan Salat Idul Fitri di Tolikara. Tiba-tiba datang sekelompok orang yang berteriak-teriak dan disusul lemparan batu serta pembakaran bangunan. Sekitar 70 bangunan termasuk masjid terbakar dalam insiden tersebut.