REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) terus berinovasi dalam merealisasikan berbagai programnya. Untuk itu, Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi Kementerian Desa PDTT menggelar lokakarya bertajuk 'Membedah Konsep Tipologi Desa Menuju Kesejahteraan Masyarakat' di Jakarta pada 13 dan 14 Juni.
Hadir sebagai pemateri anggota Komisi II DPR Budiman Sudjatmiko, dua dosen IPB Lala M Kolopaking dan Arif Satria, dosen UI Harsanto Nursadi, dan pejabat Kementerian Desa PDTT.
Kepala Balitbang Kementerian Desa PDTT Nora Ekaliana Hanafie menjelaskan, UU 6/2014 tentang Desa menjadi landasan penting bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mempercepat pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di 74.093 desa. Untuk itu, kata dia, diperlukan intervensi pemangku kepentingan dalam mempercepat pembangunan desa.
Agar intervensi yang dilakukan tepat sasaran dan berhasil guna diperlukan seperangkat alat dalam merumuskan konsep tipologi desa berdasar tingkat perkembangan desa. "Saat ini, pendefisian dan pemahaman tipologi desa masih beragam, baik yang telah dibuat oleh kementerian terkait maupun dari akademisi," ujarnya, Senin (13/7).
Nora melanjutkan, tema tentang tipologi desa dibagi dalam dua subtema, yaitu memahami konsep desa dari berbagai dimensi dan memahami konsep pengukuran perkembangan desa. "Tindak lanjut dari lokakarya adalah policy paper tentang konsep tipologi desa," katanya.
Dia menyatakan, dari 74.093 desa, sebanyak 39.086 desa dikategorikan sebagai desa tertinggal, dan di antaranya 17.268 desa berstatus sangat tertinggal. Penanganan desa tersebut diprioritaskan kementeriannya untuk dikembangkan menjadi desa, yang indikator ekonomi, sosial, dan fisiknya dapat meningkat utamanya bagi kesejahteraan masyarakat.
"Sasaran Kementerian Desa PDTT setidaknya dalam lima tahun pertama, adalah mengentaskan 5 ribu desa tertinggal dan menciptakan sedikitnya 2 ribu desa mandiri. Dalam konteks ini, dibutuhkan konsep desa berdasarkan tingkat perkembangannya yang harus terukut secara konkret," kata Nora.
Sementara itu, Sekjen Kementerian Desa PDTT Anwar Sanusi menjelaskan, kalau berbicara tentang desa memang sangat variatif. Menurut dia, karakter desa berbeda-beda. Karena itu, lokakarya digelar sebagai sarana untuk merumuskan konsep yang tepat bagi kementerian dalam pengambilan kebijakan untuk memajukan desa.
"Dengan seperti itu, kita beda-beda pula dalam kebijakan yang akan kita lakukan. Kita lakukan mapping, agar ketika kita melakukan intervensi ini bisa lebih tepat dibanding kita tak punya data atau informasi tentang desa," ujarnya.