REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang non Yudisial meminta Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk menghapus keberadaan Komisi Yudisial (KY). Menurut Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Peradilan (KPP), hal tersebut sangat bertentangan karena KY sebagai amanat reformasi peradilan.
“Lahirnya KY merupakan amanat reformasi dalam reformasi peradilan,” kata KPP dalam pernyataan bersama yang diterima ROL, Ahad malam (12/7).
KPP menambahkan, reformasi tersebut seharusnya menjadi suatu tugas tersendiri bagi MA dalam tanggung jawabnya dalam bidang hukum. Reformasi tersebut memberikan MA sebagai pucuk peradilan kewenangan yang luas untuk mengatur rumah tangganya sendiri.
Terkait hal tersebut, KPP menilai butuh pengawasan tersendiri karena kewenangan MA yang begitu luas. “Kewenangan MA harus diawasi sehingga diperlukan suatu lembaga eksternal,” jelas KPP.
Lembaga pengawas eksternal tersebut menurut KPP diperlukan agar proses reformasi peradilan berjalan optimal. Untuk itu KPP berharap konstitusi bisa memberikan amanat tersebut kepada KY yang dibentuk sebagai penyeimbang MA dalam kekuasaan kehakiman.
Diketahui, Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non Yudisial meminta MPR merencanakan amandemen UUD 1945. Salah satu alasannya, MA meminta KY dihapuskan dari bab 9 UUD 1945.