REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan penyedia platform jasa pesan taksi dan limosin secara online, Uber mengatakan masih melakukan komunikasi secara intensif mengenai regulasi terkait bisnis mereka di Jakarta.
"Kita mencoba mendekati semua negara yang kita kunjungi, termasuk melakukan komunikasi ke pemerintah," ujar General Manager Uber Jakarta Alan Jiang, dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (7/7).
Terkait hal tersebut, sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama mempertanyakan perizinan layanan Uber sebagai salah satu layanan transportasi Ibu kota. Pasalnya, banyak yang mengklaim bahwa bentuk usaha layanan tersebut masih illegal.
Dikatakan ilegal karena perusahaan Uber belum memiliki surat izin dan standar yang jelas layaknya perusahaan taksi lainnya. Cara pemesanannya pun hanya melalui jaringan internet dan pembayarannya bukanlah melalui uang tunai secara langsung, melainkan dengan kartu kredit.
Dengan pembayaran seperti itu, penghasilan yang diperoleh pun tidak masuk dalam perhitungan pajak daerah layaknya badan usaha resmi. Mobil-mobil yang digunakan pun merupakan mobil pribadi sebanyak 30 persen, kebanyakan merupakan mobil rental yakni sebanyak 70 persen.
"Setelah ini, kami akan lebih akfif ke pemerintah dengan harapan PMA berjalan sesuai aturan," tambah Haryanto, Ketua Umum Kooperasi yang bekerja sama dengan perusahaan Uber.
Uber merupakan layanan yang berbasis di San Fransisco, Amerika Serikat dan kini telah beroperasi di 138 kota di 37 negara termasuk Indonesia. Alan menuturkan, meski tidak dapat memperkirakan jumlah spesifik mengenai total pengemudi taksi Uber di Jakarta, namun dirinya mengklaim jumlahnya mencapai ribuan.
Untuk dapat menggunakan layanan ini, pengguna hanya perlu mengunduh aplikasi Uber pada platform Android Google Play dan Apple App Store terlebih dahulu. Setelah itu, pengguna bisa memesan mobil dan membayar tarifnya melalui kartu kredit.