Senin 06 Jul 2015 06:41 WIB

Golkar: Kesalahan di Kabinet Kerja Sudah Memalukan

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ilham
Politikus Partai Golkar, Bambang Soesatyo.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Politikus Partai Golkar, Bambang Soesatyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar mengkhawatirkan aksi tak sejalan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan para pembantunya di Kabinet Kerja. Bendahara Umum Golkar (versi Ketua Umum Aburizal Bakrie), Bambang Soesatyo menilai, berulangnya sikap berbeda dalam internal pemerintah menunjukkan ketidakmampuan penguasa dalam mengelola dan mengkonsolidasi pemerintahan.

Karena itu, menurut Bambang, publik mendesak agar presiden merombak kabinet sehingga diharapkan mampu memberikan solusi. Dia berharap reshuffle memberikan loyalitas baru dari menteri terhadap 'tuannya.'

"Bukannya mengada-ada jika ada desakan reshuffle kabinet. Human error (kesalahan-kesalahan) di kabinet tidak saja memprihatinkan, namun juga memalukan," kata dia, lewat blackberry messenger, Senin (6/7).

Anggota Komisi III DPR itu mencatat serangkaian aksi tak sinkron antara presiden dan para menterinya. Paling terakhir ialah soal direvisinya Peraturan Pemerintah (PP) 46/ 2015 tentang Tata Cara Pencairan Dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Padahal, PP tersebut sudah ditandangani presiden dan sudah diundangkan. Tapi, malah dianggap keliru. Itu artinya ada yang tidak beres dalam pengelolaan tata usaha di pemerintahan. Presiden seperti kecolongan atas ulah para menteri dan para stafnya.

Selain soal JHT dan BPJS, aksi tak sejalan dalam Kabinet Kerja menyangkut rencana perevisian UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, persoalan revisi tersebut menyulut beda pendapat antara Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Ketika JK mendukung Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly dan Jaksa Agung, Prasetyo setuju mengajukan perubahan UU 30/2002 itu ke DPR, Jokowi malah menegaskan agar UU KPK tersebut tak perlu direvisi.

Aksi paling meresahkan ialah seorang menteri yang membeberkan kepada publik tentang adanya menteri lain yang melakukan penghinaan terhadap presiden, dengan menyatakan bahwa presiden tak tahu apa-apa. Penghinaan tersebut, kalau benar adanya, menurut Bambang, menunjukkan sejumlah menteri yang tak loyal terhadap presiden.  

Menurut Bambang, rangkain aksi tak sejalan antara presiden dan para pembantunya itu menampakkan kinerja pemerintahan yang belum efektif. "Masyarakat akar rumput sekali pun bisa merasakan pemerintahan sekarang ini belum efektif," ujar Bambang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement