REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terungkap bahwa masih banyak potensi gempa yang akan terjadi di barat Pulau Sumatra. Pusat gempa itu kebanyakan ada di bawah laut.
Kepala LIPI, Iskandar Zulkarnain mengatakan, dalam penelitian itu, pihaknya bekerja sama dengan Kaltech University di Amerika Serikat (AS) dan universitas di Prancis beberapa waktu lalu.
“Waktu kita melakukan penelitian di Sumatra itu mendapatkan hasil bahwa masih banyak potensi gempa yang akan terjadi di barat Sumatra. Dan pusat gempa itu kebanyakan ada di bawah laut,” katanya saat konferensi pers proyek kegiatan Mentawai Gap-Tsunami Earthquake Risk Assesment (Mega-Tera) yang meneliti tsunami di Tanah Air, di Jakarta, Kamis (25/6).
Tak hanya itu, kata dia, pusat gempa tidak hanya subduksi (penekukan), tetapi juga patahan. Namun, yang menjadi perhatian LIPI adalah lempeng tektonik di bawah laut sehingga mereka kembali melakukan penelitian untuk mengetahui lebih jauh bagaimana hubungan struktur geologi di bawah laut dengan terjadinya gempa atau tsunami.
Menurut dia, hal itulah yang memunculkan ide proyek Mega Tera. Namun, LIPI membutuhkan kapal untuk kelancaran penelitian. “Salah satunya adalah kapal riset canggih R/V Falkor yg dimiliki Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Smidt Ocean Institute. Oleh sebab itu, LIPI menjajaki kerja sama memetakan dasar laut dengan Smidth Ocean Institute,” katanya.
Ide awalnya adalah untuk mengetahui struktur geologi yang ada di bawah laut dengan gempa dan tsunami. Penelitian ini, kata dia, juga didukung Earth Observatory Singapore Nanyang Technological University (EOS-NTU), dan Institut de Physique du Globe de Paris (IPGP) Prancis. Penelitian ini akan dilakukan selama sebulan terakhir dan diklaim memiliki manfaat signifikan untuk Indonesia.
Disebutnya signifikan karena gempa yang terjadi di Indonesia kebanyakan gempa tektonik dan dipicu oleh gerakan yg terjadi di zona subduksi. Sementara zona subduksi berada di Aceh, selatan Pulau Jawa, Pulau Lombok, hingga Nusa Tenggara.
“Jadi kalau kita bisa memahami antara struktur geologi dan dinamika geologi di zona itu dengan terjadinya gempa dan tsunami maka bisa membangun mitigasi untuk mengurangi bencana gempa atau tsunami,” ujarnya.