REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI), Achyar Salmi mengatakan jika wacana revisi UU KPK tetap dilanjutkan maka harus dilakukan secara sistematis. Sistematis sesuai dengan tahapan sistem hukum pidana yang berlaku di Indonesia.
Achyar mengatakan hukum pidana terkait korupsi merupakan lanjutan dari aturan KUHP, KUHAP, UU Tipikor. Maka dari itu, proses revisi UU KPK tidak bisa dilakukan sebelum ketiganya dibahas.
"Kalau mau ubah UU KPK maka ubah dulu KUHP, KUHAP, sama UU Tipikornya. Begitu tahapannya secara sistem hukum," katanya kepada ROL, Selasa (23/6).
Ia melanjutkan, jadi yang lebih didahulukan adalah pembahasan KUHP yang merupakan aturan materil hukum umum pidana. Memuat pelaku yang dapat dipidanakan, perbuatan yang bisa memidanakan, serta bentuk pidananya.
Kemudian, lanjut pada aturan KUHAP yang berisi formil hukum acara pidana. Ini mengatur tata cara pidana. Baru selanjutnya membahas revisi UU Tipikor kemudian UU KPK. Hal ini menurutnya untuk mengindari tumpang tindih dalam aturan yang dibahas. Jadi, perlu dibahas aturan secara umum baru mengerucut pada aturan khusus.
Namun walaupun begitu ia mengaku revisi UU KPK ini belum dibutuhkan. Pada kenyataannya ia menilai lembaga anti rasuah ini masih bisa berjalan dengan aturan yang ada. "Saya rasa belum urgent merevisi, saat ini juga masih jalan pakai aturan lama," ujarnya.