REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara Christian, terpidana mati kasus kepemilikan narkotika pada 2008, melaporkan tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang menangani perkara kliennya ke Komisi Yudisial atas dugaan pelanggaran kode etik.
"Ada indikasi salah tangkap yang melibatkan oknum petugas. Kami bersama Komnas HAM sudah melakukan investigasi, bahwasanya memang ada kesalahan orang dalam kasus ini. Harusnya bukan pak Christian yang ditangkap tapi Christian Awe," kata pengacara Christian, Azas Tigor Nainggolan di KY, Jakarta, Jumat (19/6).
Ketiga hakim tersebut yakni Hesmu Purwanto selaku hakim ketua, Singgih Budi Prakoso selaku hakim anggota, dan Ebo Muala Maulana selaku hakim anggota.
Menurut dia, ada banyak kejanggalan dalam proses pemeriksaan, penyidikan, hingga penuntutan terhadap kliennya diantaranya bahwa Christian yang dijadikan tersangka atas kepemilikan barang bukti ratusan ribu butir pil ekstasi yang ditemukan di Apartemen Taman Anggrek dan Apartemen Mediterania nyatanya tidak pernah berada di dua tempat kejadian perkara (TKP) tersebut.
"Dia disiksa dan dipukuli oleh polisi agar mengaku bahwa dirinya menyimpan 500 ribu pil ekstasi. Dia pun dipaksa mengaku bahwa namanya adalah Christian Awe atau Christopher, orang yang sebenarnya memiliki narkotika tersebut," tuturnya.
Karena takut mengalami siksaan dan bahkan ancaman akan dibunuh, akhirnya Christian menandatangani surat penahanan sebagai tersangka. Sementara itu, Christian Awe yang menurut hasil investigasi Komnas HAM dipastikan sebagai bandar narkoba yang memiliki ratusan pil ekstasi tersebut, hanya dipidana sepuluh bulan penjara, sangat jauh dibandingkan vonis mati yang dijatuhkan pada Christian.
Kejanggalan lainnya nampak dalam berkas penetapan perpanjangan penahanan yang dilakukan oleh PN Jakarta Timur, sedangkan TKP dan pengadilan pemeriksa adalah PN Jakarta Barat. Sementara itu, terkait dengan bukti baru atau novum dalam kasus ini, kuasa hukum Christian berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
"Bahwa dalam persidangan terdapat saksi kunci yang diajukan penuntut umum dalam hal ini memberatkan Christian yakni Lim Jit Wee alias Lim, yang memberikan keterangan palsu karena berada di bawah tekanan," kata Azas.
Dalam persidangan, Lim Jit Wee menyampaikan mengenal Christian sebagai bagian dari jaringan narkotika. Padahal, dirinya sama sekali tidak mengenal Christian sampai sebelum dilakukan penangkapan.
Lim sendiri sudah membuat pernyataan bahwa kesaksian yang disampaikannya bukan yang sebenarnya karena dilatarbelakangi tindakan penyiksaan oleh penyidik Badan Narkotika Nasional (BNN) dan kepolisian atas dirinya. Penyiksaan tersebut bahkan membuatnya cacat permanen karena satu ruas jari tengah dan jari manis tangan kanannya putus.
"Surat pernyataan dari pak Lim itulah yang akan kami jadikan novum. Pernyataan itu dibuat dan disaksikan langsung oleh ketua Lapas Pemuda, Tangerang, tempat dimana pak Christian dan pak Lim sekarang ditahan," tutur Azas.