Kamis 11 Jun 2015 19:09 WIB

Menkeu Tunggu Penjelasan DPR Terkait Dana Aspirasi

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: Bayu Hermawan
Menkeu Bambang Brodjonegoro memberikan sambutan saat acara Indonesia Economic Outlook 2015 di Jakarta, Selasa (26/5).
Foto: Republika/Prayogi
Menkeu Bambang Brodjonegoro memberikan sambutan saat acara Indonesia Economic Outlook 2015 di Jakarta, Selasa (26/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro belum mau banyak berkomentar mengenai permintaan DPR terkait kenaikan dana aspirasi sebesar Rp20 miliar per anggota dewan. Bambang menyebut wacana ini baru dibahas di ruang lingkup DPR.

"Kami belum membahasnya bersama DPR. Kita lihat dulu formatnya seperti apa," kata Bambang, Kamis (10/6).

Meski begitu, Bambang mengatakan dana aspirasi itu merupakan usulan daerah, bukan usulan DPR. Kalaupun nantinya jadi direstui pemerintah, dana itu akan masuk dalam bagian dana transfer ke daerah.

"DPR tidak berhak memegang dana itu karena mereka bukan KPA (kuasa pengguna anggaran). Masuknya di APBD," ucapnya.

Sebelumnya, DPRsetuju untuk merealisasikan dan UP2DP dalam RAPBN 2016. Ketua Tim Penyusunan UP2DP, Taufik Kurniawan mengatakan, besaran dana tersebut untuk masing-masing anggota dewan berjumlah antara Rp 15 sampai 20 miliar. Berarti jumlahnya, berkisar Rp 11 triliun untuk 560 anggota DPR.

Diterangkan Wakil Ketua DPR itu, sebenarnya UP2DP ialah program usulan anggota dewan untuk memotong birokrasi pembangunan sarana dan prasarana di dapil masing-masing anggota dewan. Sebab, selama ini, birokrasi pemerintah terlalu panjang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut.

Selama ini, diterangkan dia, setiap usul dari masyrakat, khususnya di daerah-daerah sulit tertampung. Sebab, birokrasi pembangunan harus melewati rencana pembangunan setahun sekali, (musrenbang) dari tingkat kabupaten dan kota, sampai provinsi, untuk selanjutnya dibahas tingkat nasional.

Cara tersebut menurut Taufik, tak efektif dan terlalu panjang. Pun, kata dia, musrenbang tak mampu mengikutsertakan kebutuhan masyarakat pada tingkat paling bawah. Sementara, kata dia, setiap anggota dewan, punya tanggung jawab untuk melakukan reses (turun ke lapangan) sedikitnya lima kali dalam setahun.

Masa reses tersebut, dikatakan Taufik, dimaksud untuk menampung kebutuhan masyarakat yang tak tertampung dalam musrenbang. Untuk selanjutnya, kata dia, dibawa ke Pariipurna DPR, untuk segera disampaikan kepada pemerintah, agar ditindak lanjuti segera.

"Tindak lanjutnya bagaimana? Semuanya, termasuk hal teknis, itu tetap pemerintah," kata dia, Kamis (11/6).

Sementara itu, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, Bambang Wuryanto mengatakan, dana UP2DP itu salah istilah. Lebih tepatnya, menurut dia, disebut Dana Wibawa Anggota DPR. Sebab, dana tersebut sebenarnya untuk menjamin fungsi anggota dewan bagi masyarakat.

"Ini memang sudah ada payung hukumnya," ujar anggota fraksi PDI Perjuangan itu, Kamis (11/6). Dia menambahkan, sikap fraksi pun, sudh menyatakan mendukung. "Cuma ya itu. Namanya saja yang gak pas," sambung dia.

Bambang menjelaskan, usulan tersebut sebenarnya disadur DPR dari pola kerja Senat di Amerika Serikat (AS). "Namanya Gentong Babi," sambung dia.

Setiap anggota dewan, terang dia, punya jaminan anggaran di pemerintah dengan jumlah tertentu. Jaminan tersebut untuk memenuhi permintaan konstituen di dapil masing-masing.

Bambang mencontohkan, saat masa reses anggota dewan ke dapil masing-masing, masyarkat membutuhkan pembangunan atau pembangunan irigasi. Usulan tersebut tak tertampung dalam musrenbang setempat. Maka, anggota dewan bisa menjanjikan agar permintaan masyarakat itu pasti terpenuhi.

Yaitu dengan adanya jaminan anggaran yang disediakan pemerintah tersebut. Akan tetapi, dia menegaskan, segala hal teknis pemenuhan permintaan masyarakat itu, termasuk soal tender pembangunannya, tak lagi melibatkan anggota DPR.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement