REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) terhadap Anas Urbaningrum tidak hanya memperberat hukuman penjara menjadi 14 tahun penjara, tetapi juga menambah hukuman berupa pencabutan hak politik terhadap mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu.
Juru Bicara MA Suhadi mengatakan hal tersebut tentu berdasarkan pertimbangan majelis yang menangani kasasi Anas tersebut. Namun, secara rinci Suhadi mengatakan hal tersebut juga menjadi kewenangan majelis hakim.
"Nanti dapat dilihat dari pertimbangan lengkap yang dikoreksi dan ditandatangani, apa pertimbangan hukumnya, karena bersangkutan ada latarbelakang politik, itu singkatnya, yang saya baca," ujar Suhadi di Gedung MA, Jakarta, Selasa (9/6).
Menurutnya, segala putusan yang dijatuhkan MA telah dipertimbangkan secara matang oleh tim majelis hakim. Mengenai permasalahan ketidakpuasan pihak pengaju kasasi, Suhadi pun mempersilahkan ditempuh melalui mekanisme hukum yang berlaku yakni upaya peninjauan kembali (PK).
"Itu sah-sah saja, PK terhadap putusan hakim berkuatan hukum tetap maupun kasasi, terpidana berhak untuk mengajukan PK tersebut," katanya.
Sebelumnya, putusan kasasi MA Senin (8/6) kemarin menolak kasasi Anas dan memperberat hukuman Anas menjadi 14 tahun dari yang semula 7 tahun. Selain itu juga, ia diwajibkan membayar denda sebesar Rp 5 miliar subsider satu tahun empat bulan kurungan penjara dan diwajibkan uang pengganti sebesar Rp 57 miliar kepada negara.
"Apabila uang pengganti ini dalam waktu satu bulan tidak dilunasi, maka seluruh harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi kewajiban tersebut, apabila belum cukup maka diganti penjara selama empat tahun," kata Suhadi.
Majelis hakim juga memberikan hukuman tambahan berupa pencabutan hak pilih dalam menduduki jabatan publik. Adapun majelis hakim yang memutus kasus tersebut yakni Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme.