REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lemahnya alat utama sistem senjata (alutsista) TNI di semua matra harus menjadi fokus pengembangan panglima TNI pengganti Jenderal Moeldoko. Selama ini, Indonesia masih mengimpor persenjataan dari beberapa negara dan kebanyakan berupa barang bekas pakai.
Pengamat militer Universitas Padjajaran, Muradi mengimbau kepada TNI agar tidak lagi membeli persenjataan bekas. Pasalnya, perawatan alutsista yang lama akan memakan biaya lebih banyak.
"Kepada Panglima TNI yang nantinya terpilih ke depannya nggak boleh terima barang bekas karena repot apalagi perawatannya lebih mahal," kata Muradi kepada Republika, Rabu (3/6).
Dia mengatakan, pembelian alutsista harus disesuaikan dengan anggaran yang ada. Namun, juga tidak terlihat memaksakan yang kemudian membeli alat bekas namun mudah rusak. Ini justru akan melemahkan persenjataan TNI sebagai lembaga pertahanan keamanan Tanah Air.
Padahal, menurut dia, wilayah udara dan laut Indonesia rawan ancaman keamanan dari luar wilayah. Saat ini, banyak kapal asing, nelayan ilegal, serta dari sisi udara juga pelanggaran wilayah udara marak. Lemahnya persenjataan bisa menyebabkan lemahnya pengawasan padahal itu adalah tugas utama tentara.
Karena itu, lanjut dia, anggaran yang ada dimaksimalkan tapi tidak memaksakan. Bisa dengan membeli senjata yang baru guna menghindari kerusakan. Walaupun hanya sanggup membeli satu dua alutsista tapi setidaknya bisa bekerja maksimal.