REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum PBNU, KH Asad Said Ali mengatakan, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan dasar Pancasila adalah kesepakatan seluruh elemen bangsa dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Menurutnya, para pendiri bangsa saat itu yang terdiri dari berbagai unsur memilih NKRI dengan pertimbangan persatuan dan kesatuan Indonesia.
"Perwakilan umat Islam yang ada saat itu merelakan tidak menggunakan Piagam Jakarta yang pada awalnya sudah disepakati dengan alasan agar wilayah Indonesia Timur tetap mau bergabung dengan NKRI," ungkap Kiai Asad dalam acara ToT Pusat Dakwah dan Pendidikan Akhlak Bangsa (PDPAB) MUI Pusat, Sabtu (30/5).
Saat ditanya oleh seorang peserta apakah umat Islam Indonesia tidak kafir karena tidak menegakkan hukum Islam, padahal mengingkari satu huruf saja hukumnya kafir. Kiai Asad menegaskan, dalam konteks Indonesia tidak demikian. Sebab, umat Islam Indonesia tidak mengingkari hukum Allah, melainkan mengaplikasikannya secara bertahap sesuai kemampuan.
Ia menambahkan bahwa umat Islam Indonesia diberi kebebasan dalam menjalankan syariat Islam. Pemerintah tidak membatasi pelaksanaan syariah Islam di Indonesia kecuali pada masalah Hukum Pidana Islam saja.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, KH Cholil Nafis menambahkan, NKRI telah mewadahi semua aspirasi umat beragama karena tak ada penganut agama apapun yang kesulitan untuk menjalankan ajaran agamanya. "Maka siapapun yang mengingkari kesepakatan NKRI berarti bughat (pembangkang) yang harus diperangi," tegasnya.
Wakil Ketua Umum MUI, KH Ma'ruf Amin berpesan kepada seluruh dai agar dalam berdakwah memperhatikan metodenya. Menurutnya, kebaikan yang disampaikan dengan cara yang tidak benar tidak akan tercapai kebaikan tersebut. "Karena itu para dai jika berdakwah dengan retorika harus menggunakan perkataan yang lembut (qaulan layyina), mulia (qaulan karima), argumentatif (qaulan balighan), dan benar (qaulan sadidan)," ujarnya saat menutup ToT PDPAB II MUI Pusat tersebut.