REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyesalkan rumah aman yang dipergunakan untuk melindungi anak korban penelantaran bebas dikunjungi banyak pihak.
"Rumah Aman seharusnya tak mudah di diekspose," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam siaran persnya, Selasa (19/5).
LPSK sangat mendukung dievakuasinya anak-anak tersebut ke rumah aman agar mereka mendapatkan penanganan yang baik dan terhindar untuk menjadi korban lagi.
"Oleh karenanya perlu ada standar keamanan yang ketat untuk rumah aman," jelas Semendawai.
Dalam Pasal 41 Undang-Undang (UU) No 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, diatur ketentuan pidana terkait pihak yang memberitahukan keberadaan rumah aman yang sedang ditempati korban.
Bagi yang melakukan dapat dipidana hingga 7 tahun penjara dan didenda sebanyak Rp500 juta.
"Kami berharap semua pihak yang saat ini menangani korban turut menjaga kerahasiaan rumah aman sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini untuk kepentingan anak-anak itu juga," kata Semendawai.
Seperti diberitakan, anak-anak korban penelantaran di Citra Gran Cibubur Bekasi saat ini diungsikan ke rumah aman. Namun, rumah aman itu sangat mudah diakses oleh banyak pihak, termasuk media yang menyertai kunjungan beberapa pejabat, seperti Kadiv Humas Polri ke rumah aman tersebut.