Senin 18 May 2015 12:49 WIB

Demi Pelestarian, Istri Gus Dur Serahkan Kakatua Jambul Kuning

Rep: Sonia Fitri/ Red: Erik Purnama Putra
Posko Save Kakatua Jambul Kuning di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Ahad (10/5).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Posko Save Kakatua Jambul Kuning di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Ahad (10/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesadaran dan kekompakan masyarakat dalam membantu kelestarian Kakatua Jambul Kuning menuai hasil positif. Itu setelah istri almarhum presiden ke-4 RI Gus Dur, Sinta Nuriyah menyerahkan burung Kakatua Jambul Kuning pada Senin (18/5).

Sinta menyerahkan kakatua miliknya yang berusia 10 tahun ke posko penyelamatan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), diterima langsung Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar.

"Bagi saya, Jackob seperti kenang-kenangan untuk mengenang almarhum Gus Dur, tapi ini harus diserahkan ke negara agar kelestariannya terjaga," kata Sinta bertutur. Seperti diketahui, Jackob merupakan nama asli dari Kakatua Jambul Kuning yang merupakan burung cantik asal Maluku.

Sinta bercerita, dulu Gus Dur melihara seekor Jackob pemberian salah seorang teman. Ia tumbuh sehat salam pemeliharaan keluarga Wahid. Burung tersebut makin disayang karena ia pintar bernyanyi lagi Indonesia Raya. "Indonesia, tanah airku, tanah tumpah darahku," Sinta bernyanyi. Tapi tak lama setelah Gus Dur wafat, burung tersebut ikut mati juga.

Maka, untuk mengenang almarhum, Sinta pun kemudian memelihara kembali Kakatua Jambul Kuning, sebagai pengikat kenangan antara dirinya dan suami. Karenanya, sebetulnya sungguh berat baginya menyerahkan burung tersebutl tapi rasa cintanya untuk negara dirasakannya jauh lebih besar lagi.

Demi keseimbangan dan penyelamatan habitat Jackob, ia pun menitipkan si burung di bawah pengurusan negara. "Titip ya, selain diurus, burungnya harus diajari lagu Indonesia Raya," tuturnya dengan mata berkaca-kaca.

Dia berpesan, burung burung yang telah memasuki masa konservasi harus terus dijaga keberlangsungan hidupnya. Agar si burung dapat menjalani kehidupan yang sehat di habitata aslinya di Indonesia sebelah timur sana. Dan yang paling penting, kata dia, yakni pengawasan. Tujuannya agar jangan sampai agenda konservasi disalahgunakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement