Jumat 23 Aug 2019 19:00 WIB

Sinta Nuriyah: Kesedihan Papua, Kesedihan Kami Juga

Sinta Nuriyah mengajak segenap bangsa merangkul Papua.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD (keempat kanan) bersama para tokoh bangsa Frans Magnis Suseno (kiri), Alwi Shihab (kedua kiri), Alissa Wahid (ketiga kiri), Simon Morin (keempat kiri), Sinta Nuriyah Wahid (tengah), Beny Susetyo (ketiga kanan), Quraish Shihab (kedua kanan) dan Acmad Suaedy (kanan) berfoto bersama usai menyampaikan pernyataan terkait kerusuhan di Papua di Jakarta, Jumat (23/8/2019).
Foto: Antara/Reno Esnir
Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD (keempat kanan) bersama para tokoh bangsa Frans Magnis Suseno (kiri), Alwi Shihab (kedua kiri), Alissa Wahid (ketiga kiri), Simon Morin (keempat kiri), Sinta Nuriyah Wahid (tengah), Beny Susetyo (ketiga kanan), Quraish Shihab (kedua kanan) dan Acmad Suaedy (kanan) berfoto bersama usai menyampaikan pernyataan terkait kerusuhan di Papua di Jakarta, Jumat (23/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Istri dari presiden keempat Republik Indonesia, Sinta Nuriyah, merasa sedih dengan permasalahan yang menimpa masyarakat Papua. Menurut dia, wajar masyarakat Papua kecewa dengan segala perlakuan yang ditujukan kepada mereka. Khususnya persekusi dan rasisme yang diterima mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur.  

"Insiden yang melukai perasaan warga Papua, getarannya terasa dalam batin kami. Saya bisa rasakan apa yang dirasakan masyarakat Papua, kesedihan yang dialami warga Papua, adalah kesedihan kami juga," ujar Sinta di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Jumat (23/8). 

Baca Juga

Istri KH Abdurrahman Wahid itu menegaskan bahwa perlakuan buruk yang diterima masyarakat Papua mencoreng martabat Indonesia. Melihat kondisi Papua saat in, dia teringat dengan salah satu pesan sang suami.  

"Pesan Gus Dur yang menyatakan masyarakat Papua adalah bagian dari bangsa Indonesia dan harus diperlakukan setara dengan bangsa Indonesia lainnya. Tak ada alasan untuk merendahkan mereka, apalagi mempersekusi dan melecehkan," ujat Sinta. 

Dengan adanya persitiwa tersebut, dia berharap hal itu dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk tak lagi melakukan persekusi dan rasisme kepada sesama manusia. Dia juga mendesak pemerintah untuk lebih memperhatikan Papua dalam memperoleh hak-haknya.  

"Papua jangan hanya dipandang dengan melihat kekayaannya saja, tetapi pandangan manuasianya perlakuan yang sama dengan manusia-manusia lain yang ada di Indonesia," ujar Sinta.  

Sementara itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengaku terkejut dengan sejumlah kericuhan yang terjadi di Papua, akibat perlakuan rasisme dan persekusi mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur. Guna menyelesaikan konflik tersebut, ia mendorong semua pihak untuk mengutamakan dialog yang konstruktif dan persuasif terhadap masyarakat Papua. 

"Kita menyerukan kepada semua pihak untuk sekarang ini melakukan pendekatan dialog-dialog yang konstruktif dan persuasif. Tentu sesudah suasananya tenang, lalu disisir masalahnya," ujar Mahfud.

Dia mendorong kepolisian dan pemerintah untuk menindak tegas pelaku persekusi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang. Hal itu diperlukan guna mengembalikan kepercayaan masyarakat Papua terhadap Indonesia. 

"Penegakkan hukum harus dilakukan, pertama pemicu-pemicu yang menimbulkan sentimen rasis karena itu tidak boleh terjadi di kemudian hari," ujar Mahfud.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement