Sabtu 16 May 2015 01:35 WIB

Oegroseno: Ganti Rugi Korban Kriminalisasi Terlalu Rendah

Mantan wakil kepala Polri Komjen (Purn) Oegroseno di Mapolda Jatim, Surabaya, Kamis (22/8).
Foto: Antara
Mantan wakil kepala Polri Komjen (Purn) Oegroseno di Mapolda Jatim, Surabaya, Kamis (22/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Tim Sembilan, Komjen Polisi (Purn) Oegroseno mengatakan jumlah ganti rugi yang diberikan pemerintah kepada para korban kriminalisasi atau salah penerapan hukum terlalu rendah.

"Ganti rugi yang diberikan negara terlalu rendah. Seharusnya korban kriminalisasi atau salah penerapan hukum bisa menjadi miliarder," ujarnya di Jakarta, Jumat (16/5).

Dengan jumlah yang sesuai, menurut dia, negara memiliki risiko yang lebih berat jika secara salah menetapkan seseorang menjadi tersangka. "Seharusnya denda itu di kisaran Rp1 miliar sampai Rp1 triliun," katanya.

Ada pun jumlah ganti rugi itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 9 Ayat (1) dan ayat (2).

Pada ayat (1) disebutkan, ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf (b) dan Pasal 95 KUHAP (tentang pemberian ganti kerugian) adalah berupa imbalan serendah-rendahnya berjumlah Rp5.000 dan setinggi-tingginya Rp1 juta.

Selanjutnya pada ayat (2) disebutkan, apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp3 juta.

Sementara ada KUHAP Pasal 77 huruf (b) tertulis bahwa ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Dalam KUHAP, ganti kerugian ini tertera pada Bab XII tentang Ganti Kerugian dan Rehabilitasi pasal 95. Pada ayat (1) dinyatakan, tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement