REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PDIP mengaku tidak akan terbuai dengan hasil survei yang mengunggulkan figur tertentu dalam politik.
Menurut PDIP, survei hanya menjadi salah satu alat untuk mengetahui kondisi di masyarakat, bukan jadi alat segala-galanya.
Hal itu disampaikan Ketua DPP PDIP bidang Pemenangan Pemilu, Bambang Dwi Hartono menanggapi hasil survei popularitas Tri Rismaharini sebagai teratas dua di DKI Jakarta.
Menurutnya banyak pengalaman yang membuat PDIP harus menempatkan hasil survei menjadi tidak paling utama.
Yaitu, saat pencalonan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Gubernur DKI Jakarta. Waktu itu, cerita Bambang, hampir seluruh lembaga survei menyatakan Jokowi kalah dari Fauzi Bowo. Namun, faktanya, justru Jokowi yang akhirnya menduduki kursi orang nomor satu di DKI Jakarta.
"Jadi kita tidak terbuai hasil survei," katanya pada Republika, Jumat (8/5).
Mantan wakil walikota Surabaya ini menambahkan, untuk menentukan calon kepala daerah yang akan diusung dalam pilkada, PDIP tidak mendasarkan pada orang perorangan.
Bukan karena tingkat popularitasnya, melainkan kepemimpinan yang dilihat oleh masyarakat. Artinya, pemimpin yang baik dan layak maju itu memiliki kapasitas yang bagus serta mampu bertindak bijak.
Menurutnya tingkat popularitas figur bisa didesain oleh media massa. Yaitu, kalau media massa terus 'menggoreng' tokoh yang bersangkutan, maka tingkat popularitasnya akan naik.
Jadi, PDIP tidak bergantung seluruhnya pada hasil survei yang dilakukan oleh lembaga survei. Sebab, menang survei belum tentu menang dalam pilkada.
"Harus didukung kerja-kerja politik, soliditas internal dan semangat gotong-royong dari seluruh kader," tegasnya.