REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengusulkan agar dua kubu kepengurusan Partai Golkar menyepakati dan menandatangani surat pencalonan kepala daerah untuk mengikuti pemilihan gubernur, bupati dan wali kota.
"Saya usulkan pencalonan pilkada kalau perlu ditandatangani berdua, biar sah. Namanya usul, pasti ada yang setuju dan ada yang tidak, nanti kita lihat perkembangannya. Dari pada Golkar tidak ikut (pilkada) sama sekali," kata Kalla di Istana Wakil Presiden Jakarta, Jumat (8/5).
Usul tersebut disampaikan Jusuf Kalla untuk menghindari adanya potensi pengajuan usulan calon kepala daerah yang berbeda mengingat terdapat dua kubu kepengurusan dalam "partai beringin" tersebut.
Terkait akan potensi perbedaan calon kepala daerah yang akan diusung tersebut, Wapres Kalla memprediksi tidak akan terjadi perbedaan signifikan di daerah dalam pencalonan.
"Saya kira 70 persen hampir sama, karena mereka kan semua teman juga, tidak akan ada 100 persen berbeda. Itu juga (bisa jadi) jalan untuk islah, kan kalau sudah duduk bersama, memutuskan bersama itu islah," jelasnya.
Terkait konflik internal Partai Golkar, yang saat ini masih bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Wapres berharap islah dapat tercapai oleh kedua belah pihak sehingga Partai dapat mengikuti pilkada.
"Saya kira, mudah-mudahan (konflik) Golkar bisa selesai. Kan tergantung mana yang cepat, bisa islah atau keputusan PTUN. Kalau katakanlah putusan PTUN tidak memutuskan apa pun ya pasti salah satunya ikut pilkada," kata Wapres.
Menurut dia, dalam waktu yang tersisa menjelang tenggat pendaftaran calon kepala daerah, partai tersebut masih memiliki kesempatan baik untuk menyelesaikan persoalan atau mempercepat proses peradilan.
"Pendaftaran kan Juli, ini masih Mei, jadi Golkar harus menyelesaikannya dalam satu bulan atau pengadilan memutuskan segera," jelasnya.
Terkait upaya DPR untuk merevisi UU Pemilihan Kepala Daerah dan UU Partai Politik, Wapres mengatakan hal itu tidak diperlukan mengingat waktu pelaksanaan pilkada semakin dekat.
"Tidak perlu (revisi UU), karena waktunya reses juga kan," ujarnya.