REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik telah resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (5/5). Namun, Jero merasa diperlakukan tak adil atas penahanannya sehingga ia meminta bantuan Presiden Joko Widodo.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan siap membela Jero Wacik, jika memang ada proses hukum yang salah dalam penetapannya sebagai tersangka, serta proses penahanannya.
"Iya kalau sudah masuk ranah hukum seperti itu tentu kalau memang ada unsur-unsur yang keliru ya kita bela," katanya di hotel JS Luwansa, Jakarta, Rabu (6/5).
Namun, JK menambahkan, jika KPK dapat membuktikan kesalahan Jero, maka Jero dapat melanjutkan proses hukum di pengadilan. "Tapi kalau memang KPK dapat membuktikannya ya tentu dibelanya di pengadilan," ujarnya.
Sebelumnya, Jero Wacik mengharapkan keadilan kepada Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait penahanannya tersebut.
"Saya mohon Pak Presiden Jokowi. Bapak mengenal saya dengan baik. Saya merasa diberlakukan tidak adil. Pak Wapres. Pak JK, saya lima tahun di bawah bapak," kata Jero sebelum masuk ke mobil tahanan di gedung KPK Jakarta, Selasa (5/5).
Setelah diperiksa sebagai tersangka, KPK menahan Jero dalam kasus dugaan korupsi kasus dugaan tindak pidana korupsi pemerasan pada sejumlah kegiatan di Kementerian ESDM terkait jabatannya periode 2011-2013. Jero ditahan sejak 5 sampai 24 Mei 2015 di rutan kelas 1 di Cipinang Jakarta Timur.
"Pak SBY juga, Pak Presiden ke-6, karena saya diperlakukan seperti ini. Saya mohon dibantu. Saya tidak tahu apa yang mesti dilakukan. Saya merasa ini ketidakadilan, seharusnya warga negara semua sama diperlakukan. Itulah mengapa saya tidak mau menandatangani Berita Acara Penahanan," jelasnya.
Jero terjerat pasal 12 huruf e atau pasal 23 Undang-undang No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 jo pasal 421 KUHP. KPK menduga Jero Wacik melakukan pemerasan untuk memperbesar dana operasional menteri (DOM) dalam tiga modus yaitu menghimpun pendapatan dari biaya pengadaan yang dianggarkan Kementerian ESDM, meminta pengumpulan dana dari rekanan untuk program-program tertentu, menganggarkan kegiatan rapat rutin tapi rapat itu ternyata fiktif.
Selain itu, Jero juga diduga melakukan tindakan korupsi penyalahgunaan wewenang sehingga merugikan keuangan negara kepada Jero selaku Menbudpar periode 2008-2011. Jero disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001.