REPUBLIKA.CO.ID, Dewi Anggraeni, hanya seorang gadis kecil berumur 11 tahun. Namun di usianya yang masih sangat belia, dia harus menghapi kehidupan yang getir. Ayahnya, Wiyatno, pergi entah ke mana sejak empat tahun silam. Sedangkan ibunya, Maryati, meninggal dunia sebulan lalu setelah cukup lama mengalami sakit paru-paru.
Dewi sebenarnya bukan anak tunggal. Dia memiliki kakak perempuan dari lain ayah bernama Devi, yang usianya sudah cukup dewasa. Namun kakaknya itu, ketika ibunya sakit, justru pergi entah ke mana. Sejak ditinggal kakak dan ibunya itu, Devi diasuh oleh tetangganya, Sri Wati.
Keluarga Dewi, sejak awal memang bukan dari keluarga berada. Mereka tinggal di rumah gubuk yang dikontrak di Kampung Sri Rahayu Keluarahan Karangklesem Kecamatan Purwokerto Selatan. Semasa hidupnya, Maryati memenuhi kebutuhan dari pekerjaan mengemis di berbagai lokasi pinggir jalan di Kota Purwokerto. Karena itu, kehidupan jalanan bagi Dewi bukan hal yang asing.
Demikian juga ketika kemudian diasuh oleh tetangganya, Sri Wati, ketika diminta untuk membantu pendapatan orang tua asuhnya dengan mengemis di pinggir jalan, Dewi tidak merasa keberatan. Namun yang jadi masalah, oleh orang tua asuhnya ini, dia ditarget harus mengumpulkan uang dari mengemis sebesar Rp 70 ribu per hari.
''Angger ora olih duwit 70 ewu, nyong ora wani bali. Soale dari diomehi mamake (Kalau tidak mendapat uang Rp 70 ribu, saya tidak berani pulang karena akan dimarahi ibunya),'' kata Dewi yang mengaku lahir pada 6 Februari 2004.
(bersambung)