Senin 04 May 2015 05:41 WIB
Bocah penanggung Utang ibunya

Anak 11 Tahun yang Diwarisi Utang Almarhumah Ibunya (bagian 5)

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Joko Sadewo
penderitaan anak (ilustrasi)
Foto: myhealing.wordpress.com
penderitaan anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Setelah beberapa hari di rumah singgah, rencananya Dewi akan dibawa ke Panti Sosial Petirahan Anak (PSPA) Satria, Baturraden. Tujuan dibawa ke PSPA, adalah untuk rehabilitasi karena sebelumnya hidup di lingkungan yang memang tidak kondusif. ''Nanti setelah rehabilitasi selesai selama sekitar 1-2 bulan, kalau Dewi bersedia saya akan menjadi menjadi bapak asuhnya,'' jelas Mussafa.

Namun, dia tidak menutup kemungkinan bila ada orang tua lain yang berminat mengasuh Dewi. ''Kalau ada orang tua lain yang juga ingin mengasuh Dewi, saya serahkan pada Dewi sendiri. Biar nanti Dewi yang memilih,'' katanya.

Saat ditanya Dewi mengaku senang bisa berkumpul dan bermain bersama teman-teman di rumah singgah. Dia juga mengaku senang tinggal di rumah singgah, karena tidak perlu mengemis lagi. ''Senang karena tidak perlu mengemis lagi, disini juga banyak teman-teman,” kata Dewi yang bercita-cita ingin menjadi seorang penyanyi seperti Super Seven.

Kampung Sri Rahayu, pada masa lalu sering disebut warga Kota Purwokerto sebagai kampung dayak. Kampung ini disebut sebagai kampung Dayak, karena kebanyakan penghuninya lebih banyak berasal dari kalangan warga miskin kota. Mereka yang menghuni kampung ini, kebanyakan adalah warga yang sehari-hari mengais rejeki dari terminal Purwokerto. Baik sebagai pengemis, tukang pemungut sampah, pencopet, waria, bahkan PSK (Pekerja Seksual Komersial) kelas bawah.

Namun sejak terminal Purwokerto dipindah ke wilayah Kelurahan Teluk Kecamatan Purwokerto Selatan pada tahun 2006, kondisi kampung Dayak berangsur-angsur berubah. Rumah-rumah di kampung ini yang sebelumnya didominasi rumah gubuk, berangsur-angsur berubah menjadi bangunan permanen.

Pemerintah Kabupaten Banyumas, kemudian juga mengubah nama kampung ini menjadi kampung Sri Rayahu untuk menghilangkah kesan kampung tersebut sebagai kampung kumuh. Berbagai program pembinaan juga dilakukan di kampung ini.

Meski demikian, sisa-sisa bekas wilayah permukiman kumuh kota juga masih ada. Sebagian rumah kontrak/indekos dengan kondisi rumah terbuat dari anyaman bambu dan beralaskan tanah, juga masih ada di kampung ini. Sebagian penghuninya, masih menjalankan profesi sebagai pengemis yang mangkal di berbagai lokasi perempatan jalan di Kota Purwokerto. (Habis)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement