Ahad 03 May 2015 14:39 WIB

20 Persen TKI tak Bisa Baca Tulis

Tenaga kerja Indonesia (TKI).    (ilustrasi)
Foto: Republika
Tenaga kerja Indonesia (TKI). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Kepala Balai Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Kalimantan Selatan Amin Amanullah mengatakan sebanyak 20 persen tenaga kerja Indonesia tidak bisa baca tulis sehingga sangat rentan menjadi sasaran hal-hal yang tidak diinginkan."Walaupun berbicara bahasa Arab para TKI cukup lancar, menulis tidak bisa," kata Amin di Amuntai, Ahad 3/5).

Sebelumnya, Balai Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) melakukan sosialisasi di Kabupaten Hulu Sungai Utara terkait dengan tenaga kerja Indonesia.Menurut Amin, untuk melindungi para TKI tersebut, pemerintah kini mewajibkan seluruh TKI yang akan diberangkatkan ke berbagai negara tujuan mengikuti pelatihan keterampilan, bahasa, adat istiadat, dan lainnya.

Adanya perbedaan budaya, adat istiadat, dan kebiasaan antara kultur masyarakat Indonesia dan masyarakat di negara-negara penempatan TKI, kata dia, juga sering memunculkan masalah dan menjadi pemicu berbagai kasus penganiyaan dan kasus hukum.Amin juga mengingatkan jika masyarakat Arab Saudi sangat anti dengan berbagai atribut dan aktivitas yang mereka nilai berbau sihir (magic) sehingga saat pemeriksaan di bandara Buku Yasin sering disita petugas, kecuali AlQuran.

Ia menegaskan bahwa BP3TKI tidak melarang masyarakat bekerja di luar negeri. Sebaliknya, juga tidak menganjurkan selama masih bisa mencari kerja di dalam negeri.Namun, Amin mengingatkan agar masyarakat tidak mudah tergiur oleh janji-janji para penyalur TKI akan upah kerja yang tinggi."Bayangkan majikan di negara Abu Dhabi saja bersedia membayar Rp60 juta bagi penyalur yang bisa mendatangkan tenaga kerja rumah tangga sehingga banyak penyalur tenaga kerja yang tergiur," katanya.

Negosiasi yang saat ini terus diupayakan pemerintah Indonesia kepada pemerintah Arab Saudi, di antaranya mewajibkan calon TKI mengikuti 400 jam pelatihan sebelum memperoleh visa. Usulan ini sudah disetujui pemerintah Arab Saudi.Pemerintah juga mengusulkan TKI harus memiliki handphone.

Syarat ini sudah diajukan kepada pemerintah Arab Saudi, termasuk libur satu hari dalam seminggu bagi TKI,Selain itu, agen penyalur TKI juga harus memiliki asrama di Arab Saudi sehingga TKI tidak harus tinggal di rumah majikan.Terkait dengan moratorium yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia sejak 2013, kdia mengatakan bahwa hal itu merupakan upaya melindungi TKI dari perlakuan yang adil selama bekerja di luar negeri.

Melalui moratorium, pemerintah Indonesia melarang warganya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di delapan negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Syiria, Jordan, Qatar, Abu Dhabi, Yaman, Libanon, dan Kuwait.Moratorium dilatarbelakangi maraknya kasus penganiayaan TKI oleh majikannya hingga kasus hukum yang menjerat TKI, di antaranya sudah menjalani hukuman pancung.

"Upaya negosiasi tengah dilakukan pemerintah Indonesia ke negara-negara penempatan TKI sebagai syarat pencabutan moratorium," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement