REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Mantan calon presiden Prabowo Subianto disebut dalam laporan media Australia, Sydney Morning Herald, Jumat (1/5), telah mendesak Presiden Indonesia Joko Widodo untuk menunda tanpa batas waktu eksekusi para terpidana mati. Desakan itu dibuat melalui surat, hanya sepekan sebelum eksekusi mati dilakukan.
Kabar itu terungkap usai pengakuan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon kepada Fairfax Media. Ia mengatakan bahwa Prabowo bersama dirinya di Gerindra telah menulis surat kepada Jokowi untuk menunda eksekusi mati gelombang kedua.
"Bapak Prabowo dan kami di Gerindra berharap bahwa setidaknya akan ada pertimbangan lain. Ini adalah tentang kehidupan seseorang," kata Fadli Zon kepada Fairfax Media, seperti diberitakan Sydney Morning Herald, Jumat (1/5).
Fadli menambahkan, ia telah mengatakan para tahanan sudah menjalani hukuman panjang. Terlebih banyak permintaan grasi yang datang dari negara-negara sahabat. "Kasus ini akan berbeda jika mereka bukan negara-negara sahabat," kata Fadli Zon menambahkan.
Fadli mengatakan kepada Fairfax, Gerindra mendukung keinginan pemerintah untuk mencegah penyelundupan narkoba. "Namun pada saat yang sama kita harus tahu warga negara kami terancam mati di luar negeri, dan kami mencoba untuk menyelamatkan nyawa mereka," tambahnya.
Eksekusi mati terhadap delapan terpidana kasus Narkoba dilakukan pada Rabu (29/4) dini hari, pukul 00.25. Kedelapannya adalah Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria).
Terpidana mati lainnya yang menjalani proses eksekusi adalah Zainal Abidin (Indonesia), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), dan Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria).