REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar telah memastikan moratorium izin hutan lindung dan lahan gambut akan diteruskan dalam dua tahun ke depan. Sejumlah kajian dan penguatan pun telah diusulkan kepada Presiden, kembali dalam bentuk Instruksi Presiden (Inpres). Maka mengawal keberlanjutannya, sejumlah aktivis lingkungan pun melaporkan hasil analisis bertajuk "Hasil Kajian dan Analisis Moratorium di Hutan Primer dan Lahan Gambut", pada Rabu (29/4) agar jadi bahan pertimbangan untuk pemerintah.
"Pada intinya, kita ingin menyampaikan agar pemerintah jelas langkahnya dalam memperkuat basis hukum penundaan pemberian izin baru serta perbaikan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres)," kata Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Abetnego Tarigan dalam sambutannya.
Harus menjadi Perpres, kata dia, agar aturan moratorium bisa bersifat mengikat bagi para aparatur pemerintah di bawahnya. Dengan begitu, adanya sanksi hukum yang pasti diharapkan dapat mengurangi penerbitan izin-izin pemanfaatan hutan, pinjam pakai kawasan untuk pertambangan dan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan dalam skala luas.
Sementara itu, Direktur Program Sustainable Development Governance Kemitraan Sita Supomo menambahkan, moratorium selain diperpanjang juga perlu diperluas dengan memasukkan hutan alam primer dan lahan gambut yang tersisa serta kawasan lain yang terancam. Kawasan tersebut di antaranya karst, mangrove dan pulau-pulau kecil.
"Karena saat ini hutan alam primer dan lahan gambut yang masuk dalam area moratorium sangat kecil," tuturnya. Sebagian besar area moratorium, kata dia, justru berada pada kawasan yang sudah dilindungi. Jika begitu situasinya, moratorium sama saja tidak sejalan dengan semangat perlindungan hutan dan lahan gambut.